25 May 2014

9 Sen Ren Kawal Sejit Fu Xi (Hook Hie Te Shien)

JAMBI, ayojambi.com – Perayaan sejit Nenek Moyang Manusia di Tiongkok dirayakan oleh (foto) Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Sai Che Tien. Perayaan Nenek Moyang Manusia yang bernama (foto) Fuxi “伏羲” di Tiongkok boleh dibilang paling ramai dikunjungi, bahkan para pejabat negara Tiongkok maupun masyarakat di Tiongkok dan warga Tionghoa dari manca dunia ikut ambil bagian dalam perayaan Fu Xi (24/5).
Di saat kita memasuki gerbang kelenteng Makin Sai Che Tien di kawasan Koni IV, sayup-sayup terdengar suara gendrang diiringi irama suling, suara pendeta sai kong yang tengah membaca So Bun (sejenis surat pemberitahuan) yang dibacakan oleh Tau Shie (Sai Kong) Lim Tek Chong yang sengaja datang dari Tiongkok (China).

Suasana dalam kelenteng, terlihat kilauan pancaran sinar dari lilin-lilin merah menambah keindahan kelenteng yang mayolitas berwarna merah, selain itu aroma wewangian dari gaharu/ hio yang dinyalakan umat Khonghucu.

Dihalaman depan dan samping kiri kanan kelenteng ratusan umat tengah menyaksikan atraksi barongsai dari perkumpulan Hok Liong Sai Jambi, turut menyemarakan acara hari ulang tahun sin ming “Hook Hie Te Shieng” yang biasa disebut Shien Kong, selain merayakan haur sin beng, ada juga ritual mempersembahkan sesajian kepada para pungawa dewa dan arwah-arwah gentayangan yang wafat secara tidak sempurna (Kho Kun).

Nampaknya perayaan sejit Hok Hie Tee Sien “Fuxi” “伏羲” tahun ini luar biasa, pasalnya dalam acara sejit belum pernah ada 9 khi tong/ tatung dirasuki roh sen ren (dewa), namun kali ini 9 khi tong, diantara khi tong yang kerasukan roh para dewa terdapat 3 orang wanita.

Dari pantauan di kelenteng sudah mulai dipadati oleh umat Konghucu sejak pukul 10.00. Ada sekitar 1.000 umat Khonghucu yang hadir, tidak hanya dari Kota Jambi, juga beberapa kabupaten di Provinsi Jambi. Pagi harinya, umat menumpukkan kertas sembahyang yang kemudian dibakar bersama-sama dengan teng lau yang dibuat oleh Liem Teek Cong Tau Shie. Ritual dimulai dengan melakukan sembahyang Tien (Tuhan red)  dihalaman depan pintu masuk kelenteng altar Tie Kong. Sembahyang berlangsung hingga satu jam dengan melantunkan doa-doa.

Ritual lalu dilanjutkan dengan sembahyang sin beng Hook Hie Te Shien yang digelar di dalam klenteng. Ini bertujuan untuk memohon doa serta mengundang beberapa sin beng untuk datang pada acara tersebut. Setelah itu, ritual dilanjutkan dengan membakar kertas sembahyang yang telah disediakan. Setiap daerah prosesi ritualnya berbeda-beda namun tujuan tetap sama yaitu memohon pelindungan dari sang pencipta alam semesta (Tien) dan para sin beng maupun leluhur. (Romy) 
* www.ayojambi.com/

Puluhan Keluarga Lien Chai Bakar Rumah

JAMBI, ayojambi.com – Puluhan keluarga  (foto) The Lien Chai kemarin (18/5) siang membakar sebuah rumah di kawasan (foto) Kelenteng MAKIN Sai Che Tien Jambi. Mereka yang membakar rumah-rumahan “焼灵屋” yang terbuat dari kertas special didatangkan dari Tiongkok untuk dipersembahkan kepada Almarhum The Lien Chai terdiri dari anak, cucu dan sanak famili Lien Chai sebagai memperingati tiga tahun wafatnya The Lien Chai (alm) yang jatuh pada tanggal 18 Mei 2014.
Bagi masyarakat keturunan Tionghoa yang beragama Khonghucu penghormatan kepada orangtua atau leluhur merupakan sebuah kewajiban anak atau keluarga terdekat, baik yang masih hidup di duniawi maupun yang telah wafat, ini  merupakan sebuah kewajiban anak (keturunan), tradisi ini sudah dilakoni sejak jaman dahulu kala.

Salah satunya adalah, adalah tradisi membakar rumah-rumahan “焼灵屋” yang terbuat dari bahan bambu, karton, kertas warna warni dan pernak pernik lukisan serta segala perlengkapan rumah tangga, tradisi membakar rumah-rumahan “焼灵屋” berikut segala isi ini untuk dipersembahkan kepada arwah orangtua maupun leluhur mereka yang telah meninggal dunia genap tiga tahun, rumah-rumahan tersebut untuk kebutuhan tempat tinggal arwah yang berada di alam baka.

Tradisi mengirimkan rumah-rumahan “焼灵屋” masih dipertahankan hingga kini, tradisi tersebut sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka yang mayolitas beragama Khonghucu secara turun temurun, tradisi mengirim rumah-rumahan dilakukan setelah orangtua mereka meninggal genap tiga tahun.

Seperti The Sun Hok, memperingati tiga tahun wafatnya ayahnya dengan mengirimkan rumah-rumahan berikut lengkap segala isi rumah tangga, agar orangtuanya di alam baka, agar orangtunya memiliki tempat tinggal layaknya seperti kita yang hidup di dunia fana, “Tiga tahun mama meninggal, maka kita sebagai keturunnya mengirimkan rumah-rumahan “焼灵屋” lengkap dengan isinya, agar papa  disana mempunyai tempat tinggal yang layak seperti kita.” Kata The Sun Hok disela upacara sembahyang yang dipandu Lim Tek Chong Tao She dari Tiongkok.

Sedangkan menurut Lim Tek Chong Taoshe yang piawai dalam segala urusan ritual keagamaan serta ahli dalam membuat rumah-rumahan dari kertas. Lim Tek Chong juga dikenal sebagai seorang pemandu upacara sembahyang pembakaran rumah-rumahan untuk tempat tinggal arwah yang telah tiada.

Ujar Lim Tek Chong Tao She, ”Tradisi bakar rumah-rumahan ini, masih kuat bertahan sampai kini di Tiongkok, tradisi membakar rumah-rumahan sebagai bentuk kebaktian seorang seorang anak kepada orangtuanya, mereka mengirimkan rumah-rumahan dengan cara membakar berikut segala isi rumah, seperti alat rumah tangga, diantaranya perlengkapan alat dapur, perlengkapan ruang tamu, kamar tidur tidur, mobil-mobilan, uang-uangan.” Ujar Lim Tek Chong.

Tambah Lim Tek Chong, “Bahwa manusia hidup di atas bumi merlukan tempat tinggal yang layak, kebutuhan sehari, seperti pangan, sandang dan papan. Demikian juga arwah orang yang telah wafat di alam baka juga membutuhkan kehidupan seperti layaknya dimasa hidupnya”.

Selain itu, mereka juga mengirim perlengkapan lainya, seperti, sabun mandi/ sabun cuci, handuk, pakaian, sepatu, minyak sayur, garam, beras sebagai syarat untuk orangtua mereka pergunakan di alam baka, tidak ketinggalan beberapa dayang/ pembantu rumah tangga untuk membantu orangtua mereka di alam baka.

Serta ada dua jenis kertas yang digunakan dalam tradisi ini, yaitu kertas yang bagian tengahnya berwarna keemasan (Kim Cua) dan kertas yang bagian tengahnya berwarna keperakan (Gin Cua). Menurut kebiasaan-nya Kim Cua (Kertas Emas) digunakan untuk upacara sembahyang kepada dewa-dewa, sedangkan Gin Cua (Kertas Perak) untuk upacara sembahyang kepada para leluhur dan arwah-arwah orang yang sudah meninggal dunia. Bahwa dengan membakar kertas emas dan perak itu berarti mereka telah memberikan kepingan uang emas dan uang perak kepada para dewa atau leluhur mereka; sebagaimana diketahui kepingan emas dan perak adalah mata uang yang berlaku pada jaman Tiongkok kuno.

Semua bahan diletakan didalam rumah-rumahan, setelah itu anak laki-laki melakukan sembahyang dengan mengundang roh/ arwah orangtua mereka untuk dapat menempati rumah-rumahan yang dibeli oleh anak-anak lekaki, seusai itu baru rumah-rumahan dibakar.

Sebagai keluarga yang masih hidup jangan sampai melupakan leluhur dan keluarganya yang telah meninggal. yang masih hidup wajib mengingat dan mengirimkan persembahan kepada mereka yang menderita di alam sana, sebagai balas budi kita kepada leluhur kita itu.

Untuk itu keluarga yang masih hidup dianjurkan untuk mengirimkan uang (kim cua dan gin cuakepada mereka yang berada di alam penderitaan itu. Dan dana bantuan itu adalah salah satunya berupa "Rumah-rumahan" dan uang-uangan untuk dibakar yang terbuat dari bambu-bambu (yang juga merupakan bahan dasar pembuatan kertas saat itu). Rumah-rumahan ini yang kemudian dibakar dan akan menjelma menjadi rumah beserta isinya di alam sana, sehingga dapat dipergunakan oleh ayah bunda, leluhur, dan sanak keluarga yang berada di alam sana untuk meringankan penderitaan mereka.

Pembakaran juga memiliki pesan moral tersirat untuk berbakti dan setia kepada negeri kita tinggal karena dalam membakar kertas emas maupun perak mengandung makna tanah melahirkan logam dan tanah itu adalah tempat dimana kita berpijak, tempat kita lahir dan bertumbuh. Bagi yang beranggapan membakar uang kertas dalam jumlah besar dapat menyenangkan leluhur atau menunjukkan bakti, lebih baik tunjukkan rasa sayang anda itu semasa leluhur anda masih di dunia. (Romy)
* www.ayojambi.com/

05 May 2014

Gubernur Lemhanas RI Jambangi Candi Muaro Jambi

JAMBI,ayojambi.com - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Republik Indonesia, Budi Susilo Soepandji (foto), saat kunjungan kerja di Provinsi Jambi menyempatkan diri menjambangi komplek situs Candi Muarojambi (foto) yang berlokasi di Desa Muara Jambi, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Rombongan yang ikut mendampingi Gubernur Lemhanas terdiri dari Kepala Kesbangpol Provinsi Jambi, Persit Kartika Chandra Kirana Koorcabrem 042/gapu, Staf Pemda Muaro Jambi Senin (5/5).
Gubernur Lemhanas tiba di di Komplek Candi Muarojambi pukul 11.30 WIB dan kembali ke Jakarta pukul 12.20 WIB melalui Bandara Sultan Thaha Jambi.

Budi memberikan nilai positif terhadap situs Candi Muarojambi, Budi hanya 30 menit di Candi Muarojambi. Kompleks Percandian Muara Jambi merupakan percandian peninggalan agama Buddha terluas di Indonesia, dengan luas sekitar 12 kilometer persegi. Candi yang dipercaya sebagai peninggalan budaya abad XI ini pertama kali ditemukan tentara Inggris sekitar 1820. (Romy)
* www.ayojambi.com/

Kontes Karaoke Lagu Mandarin Berhadiah Puluhan Juta Rupiah


JAMBI, ayojambi.com - Kontes karaoke lagu Mandarin sesumbagsel terdiri dari (lihat foto) Sumatera Selatan (Palembang), (lihat foto) Kepulauan Riau (Batam, Tanjung Pinang, Rengat) dan (lihat foto) Jambi memperebutkan hadiah puluhan juta rupiah yang diselenggarakan Komunitas Masyarakat Tionghoa Jambi yang diketuai oleh Mery Tuty Bek 麥杜優 (4/5).
Kategori peserta kontes terdiri dari laki-laki dan perempuan berusia 45 tahun keatas. Peserta laki-laki sebanyak 35 orang dan wanita sebanyak 30 orang dengan dewan juri dari Jakarta dan Kalimantan.

Dalam lomba ini terdapat beberapa kategori yang menjadi penilaian juri. Mulai dari penilaian improvisasi tempo, vokal, artikulasi, performance hingga kostum.

Hadiah untuk semua kategori sebagai berikut, Juara I uang pembinaan sebesar Rp. 5 juta rupiah+Prophy, untuk Juara II uang pembinaan sebesar Rp. 3 juta rupiah+Prophy, hadiah Juara III uang pembinaan sebesar Rp. 2 juta rupiah+Prophy, Juara IV uang pembinaan sebesar Rp. 1 juta rupiah+Prophy, Juara V uang pembinaan sebesar Rp. 750.000 ribu rupiah+Prophy, Juara VI uang pembinaan sebesar Rp. 500.000 ribu rupiah+Prophy. Sedangkan pemenang ke VII, VIII, IX dan X masing-masing mendapatkan hadiah Trophy.

Walikota Jambi H. SY Fasha menyambut positif kontes karaoke lagi mandarin yang diselenggarakan oleh Komunitas Masyarakat Tionghoa Jambi. “Kiranya acara seperti ini dapat diteruskan setiap tahunnya” Imbuh Fasha.

Pemenang untuk Kategori Pria, Juara I, Liang Yi Yong “梁益勇” Batam (Kepri), Juara II, Gan Fu Zhong “甘福忠” (Jambi) dan Juara III, Lin Jie Ming “林介明”(Jambi).

Pemenang untuk Kategori Wanita, Juara I, Rostini (Jambi), Juara II, Xu Xiu Feng “許秀鳳” (Palembang), Juara III, Lie Bao Fong (Tanjung Pinang / Kepri).

Hadiah Kategori Putra dan Putri diserahkan oleh Walikota Jambi H. SY Fasha. Sedangkan Juara IV sampai Juara X diserahkan Panitia.

Helatan yang digelar selama sehari penuh ini dibanjiri oleh warga Tionghoa Kota Jambi yang mendapatkan undangan panitia. Selain itu undangan juga dijamu makan malam bersama peserta karaoke. (Romy)