JAMBI, Ayojambi.com – Bertepatan dengan hari Kemerdekaan Indonesia ke 71 (17/8-2016), Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Kelenteng Sai Che Tien (占碑獅仔殿孔教會) adakan sembahyang Chiet Gwee Pua, bulan 7 Tanggal 15 menurut Penanggalan Imlek masyarakat Tionghoa dari berbagai pelosok rayakan Zhong Yuan Jie (中元节) dalam bahasa Hok Kien “Chit Gwee Pua 七月半” adalah merupakan hari di mana orang Tionghoa akan mengadakan sembahyang pada arwah leluhur dan arwah-arwah yang berada disekitar lingkungan mereka yang merupakan sebuah tradisi dalam kebudayaan Tionghoa secara turun temurun.
Showing posts with label 中元节. Show all posts
Showing posts with label 中元节. Show all posts
19 August 2016
Sembahyang Chit Gwee Pua Di Kelenteng Sai Che Tien Jambi
JAMBI, Ayojambi.com – Bertepatan dengan hari Kemerdekaan Indonesia ke 71 (17/8-2016), Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Kelenteng Sai Che Tien (占碑獅仔殿孔教會) adakan sembahyang Chiet Gwee Pua, bulan 7 Tanggal 15 menurut Penanggalan Imlek masyarakat Tionghoa dari berbagai pelosok rayakan Zhong Yuan Jie (中元节) dalam bahasa Hok Kien “Chit Gwee Pua 七月半” adalah merupakan hari di mana orang Tionghoa akan mengadakan sembahyang pada arwah leluhur dan arwah-arwah yang berada disekitar lingkungan mereka yang merupakan sebuah tradisi dalam kebudayaan Tionghoa secara turun temurun.
09 August 2016
08 August 2016
Sembahyang Arwah ( Tjit Gwee Pua )
JAMBI, Ayojambi.com - Menurut kepercayaan dari jaman Tiongkok kuno, bahwa bulan ketujuh ini pintu neraka telah terbuka, maka bulan ini Tjit Gwee Pua juga kadang disebut sebagai bulan Arwah (Hantu) berkeliaran.
Sebagian besar warga tionghoa selalu merayakan festival arwah yang dikenal juga dengan sebutan Zhong Yuan Jie, Tjit Gwee Pua menandai terbukanya pintu gerbang yang membatasi dunia manusia dengan dunia arwah. Penganut Taoisme dan Confusius percaya selama sebulan ke delapan, roh/ arwah para leluhur mereka mendapatkan akses bebas memasuki dunia manusia kita.
Tjit Gwee Pua juga terkenal dengan keluarnya para arwah kelaparan dari alam baka untuk masuk ke dalam alam manusia mencari makanan. Di Indonesia misalnya, di daerah-daerah di mana terdapat mayoritas warga keturunan Tionghoa, beberapa dari mereka akan mewanti-wanti anak mereka agar tidak mandi atau makan terlalu malam.
Pada saat itulah, warga dari etnis Tionghoa melakukan perayaan dan sembahyang sebagai penghormatan. Perayaan ini dikenal dengan nama Hungry Ghost Festival. Di Indonesia lebih dikenal dengan perayaan Zhong Yuan Jie. Kemudian yang menjadi kebiasaan warga Tionghoa juga adalah adanya “persembahan” untuk arwah-arwah itu. Biasanya mereka semua akan keluar rumah untuk merayakan festival tersebut. Dari jam 6 sore, di depan rumah warga Tionghoa biasanya sudah tampak beberapa sesajian, termasuk lilin, hio dan uang kertas.
Sebagai bentuk penghormatan sekaligus upaya menenangkan hati mereka (arwah/ roh) dan agar mereka (arwah/ roh) dapat memberikan perlindungan bagi keluarga yang ditinggali terhindar dari marabahaya, maka para arwah yang mendapatkan kesempatan berlibur selama sebulan penuh diberikan berbagai sesajen, seperti, berupa makanan dan uang kertas yang dibakar. Diatas altar leluhur ada juga yang memajangi bunga-bunga tidak ketinggalan lilin merah, dupa, aneka kue-kue, aneka buah-buahan, hasil bumi dan berbagai sesajian lainnya, ada juga warga yang melakukan sembahyang di sudut persimpangan jalanan selama sebulan. (Romy)
* www.ayojambi.com/
Tjit Gwee Pua juga terkenal dengan keluarnya para arwah kelaparan dari alam baka untuk masuk ke dalam alam manusia mencari makanan. Di Indonesia misalnya, di daerah-daerah di mana terdapat mayoritas warga keturunan Tionghoa, beberapa dari mereka akan mewanti-wanti anak mereka agar tidak mandi atau makan terlalu malam.
Pada saat itulah, warga dari etnis Tionghoa melakukan perayaan dan sembahyang sebagai penghormatan. Perayaan ini dikenal dengan nama Hungry Ghost Festival. Di Indonesia lebih dikenal dengan perayaan Zhong Yuan Jie. Kemudian yang menjadi kebiasaan warga Tionghoa juga adalah adanya “persembahan” untuk arwah-arwah itu. Biasanya mereka semua akan keluar rumah untuk merayakan festival tersebut. Dari jam 6 sore, di depan rumah warga Tionghoa biasanya sudah tampak beberapa sesajian, termasuk lilin, hio dan uang kertas.
Sebagai bentuk penghormatan sekaligus upaya menenangkan hati mereka (arwah/ roh) dan agar mereka (arwah/ roh) dapat memberikan perlindungan bagi keluarga yang ditinggali terhindar dari marabahaya, maka para arwah yang mendapatkan kesempatan berlibur selama sebulan penuh diberikan berbagai sesajen, seperti, berupa makanan dan uang kertas yang dibakar. Diatas altar leluhur ada juga yang memajangi bunga-bunga tidak ketinggalan lilin merah, dupa, aneka kue-kue, aneka buah-buahan, hasil bumi dan berbagai sesajian lainnya, ada juga warga yang melakukan sembahyang di sudut persimpangan jalanan selama sebulan. (Romy)
* www.ayojambi.com/
Subscribe to:
Posts (Atom)