JAMBI, ayojambi.com – Sejak ditetapkannya Tahun Baru Imlek sebagai salah satu hari libur nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Kepres No.19/2002 tertanggal 9 April 2002, maka setiap tiba datangnya Tahun Baru Imlek kita mulai merasakan suasana yang berbeda dan melihat berbagai macam pernak-pernik atau hiasan khas Imlek yang dijual khususnya di daerah perkotaan, orang juga mulai sibuk melakukan berbagai macam persiapan baik dalam lingkungan keluarga, di pusat-pusat perbelanjaan maupun di berbagai tempat ibadah Khonghucu.
Showing posts with label Penanggalan Khonghucu. Show all posts
Showing posts with label Penanggalan Khonghucu. Show all posts
13 February 2015
Sejarah Imlek-Khonghucu
Ditulis oleh Kristan; Penulis adalah Ketua Umum Generasi Muda Khonghucu Indonesia(GEMAKU)
Tahun Baru Imlek bagi penganut Khonghucu merupakan hari raya keagamaan yang sangat penting, sakral dan bermakna. Karena jika ditinjau dari aspek sejarah, Imlek distandarisasi pertama kali pada zaman Dinasti Han (202 SM-220).
Berdasarkan perhitungan kelahiran Khonghucu 551 SM, hal ini bisa dilihat dari tahun Imlek yang jatuh pada saat ini adalah yang ke 2566 hitungan itu diambil dari 2015+551 = 2566. Sedangkan jika ditinjau dari aspek sosial kemasyarakatan makna Imlek adalah semangat bersyukur kepada Tuhan, semangat memperbaharui diri, kekeluargaan serta kebersamaan.
Klaim Imlek sebagai Tahun Baru orang Tionghoa adalah kenyataan yang tidak bisa dibantah, sebab begitulah kenyataannya. Hal ini juga berlaku bagi hari raya Cheng Beng, Pek Chun, Cap Go Meh dsb (yang jelas-jelas hari raya tersebut merupakan hari raya agama Khonghucu).
Namun menurut para ahli, kenyataan itu terinspirasi dari yang dikatakan William McNaughton, “Hal-hal yang diajarkan Khonghucu adalah peradaban yang berabad lamanya dipegang dengan sangat teguh oleh bangsa Tionghoa. Karena itu tak berlebihan jika dikatakan Tiongkok adalah Khonghucu. Begitu juga halnya, Khonghucu adalah Tiongkok (Paul Strathen, Confucius In 90 Minutes)”.
Tokoh Melayu
Seorang tokoh Melayu Tionghoa (Kwee Tek Hoay) menyatakan semua orang Tionghoa adalah Khonghucu, sebab sebelum Tiongkok menjadi Republik, agama Khonghucu/Konfusianisme merupakan sistem moralitas, kehidupan sosial-politik, dan religi seluruh masyarakat Tiongkok. Sehingga pengaruh Konfusianisme sangat mengakar dalam kehidupan orang Tionghoa sampai abad 21 ini.
Beberapa ahli Barat menyimpulkan Konfusianisme merupakan “state religion” bagi kerajaan Tiongkok kuno. Diakui atau tidak, Konfusianisme sangat mempengaruhi prilaku dan berpikir orang Jepang, Korea, Vietnam dsb. Korea di bawah Dinasti Chosun memproklamirkan sebagai “Negara Khonghucu”
Di Indonesia ada catatan tidak resmi yang menyatakan bahwa dahulu hampir semua orang Tionghoa di Indonesia adalah Khonghucu, hal ini diperkuat dengan adanya PerPres No 1/1965, Khonghucu diakui sebagai salah satu agama besar yang berperan pada sejarah perkembangan Indonesia sehingga mendapatkan perlakuan yang sama dengan agama yang lainnya.
Sebelum keluarnya Inpres No 14 Tahun 1967 yang diskriminatif itu, diterima atau tidak karena dikriminasi sosial dan birokrasi oleh Inpres itu menyebabkan banyak penganut Khonghucu yang eksodus. Mengutip Qurtuby dalam bukunya Arus Cina Islam Jawa “bahwa sejarah harus diungkap secara jujur, fairness dan terbuka meskipun terkadang pahit untuk dirasakan”.
Di Indonesia, Imlek secara nasional pertama kali diprakarsai oleh MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) dan diklaim sebagai hari raya agama Khonghucu. Karena memang Indonesia tidak pernah mengenal hari raya suatu golongan etnis tertentu.
Penetapan Imlek sebagai hari raya karena ada pengakuan Khonghucu sebagai satu agama yang diakui di Indonesia (sesuai sikap PBB terhadap agama Khonghucu/Confucianism) dan sejarah membuktikan diantara organisasi Tionghoa yang lain perlu diakui, MATAKIN-lah pionir (dengan bantuan Gus Dur dan beberapa tokoh agama lain) sejak dahulu konsisten memperjuangkan persamaan hak-hak etnis Tionghoa dan agama Khonghucu pada khususnya walau dalam kukungan dan intimidasi rezim Orde Baru yang sangat diskriminatif itu.
Sekadar flash back ketika zaman Orde Baru Imlek dianggap sebagai suatu hal tabu dan menyesatkan yang harus dieliminasi keberadaanya. Sebagai contoh ketika Surjadi Sudirdja menjadi Gubernur Jakarta dikatakan bahwa Imlek dilarang dirayakan, Imlek hanya boleh dirayakan di rumah-rumah saja secara tertutup, hal ini diperkuat Direktur Urusan Agama Budha Depag Drs Budi Setyawan yang didasari oleh surat dari Dirjen Bimas Hindhu dan Budha Depag No H/BA.00/29/1/1993, di pelbagai surat kabar menyatakan larangan merayakan Imlek di Vihara dan Cetya.
Walubi melalui Dewan Pimpinan Pusatnya ikut mengeluarkan edaran No 07/DPP-WALUBI/KU/93, 11/01/93 menyatakan Imlek bukan hari raya Budha, sehingga Vihara Mahayana tidak boleh merayakan tahun baru Imlek dengan menggotong Toapekong, Barongsai dll. Pada masa itu bisa dikatakan semua fenomena yang mengidap culture shock itu berbondong-bondong menyerang Imlek.
Bahkan semua orang Tionghoa yang bukan beragama Khonghucu seolah memusuhi dan mejauhi Imlek. Namun dalam era reformasi kenyataan menyakitkan itu menjadi berbalik arah. Sekarang semua orang Tionghoa Indonesia mengklaim bahwa Imlek adalah sebagai hari raya tahun barunya.
Sumbangsih Nyata
Imlek kini adalah suatu perayaan besar milik dunia. Berdasar fakta ilmiah, Imlek lahir dan distandarisasi dinasti Han untuk menghargai jasa yang diberikan Khong Hu Cu pada masyarakat. Maka dari itu para sinolog barat menyebut Imlek dengan Anno Confuciani/AC (dihitung berdasarkan tahun kelahiran Khong Hu Cu) seperti halnya Anno Domini/AD (in the year of our lord)
Apapun itu, hendaknya tidak perlu dimasalahkan, atas nama kejujuran dan sportivitas perlu dicatat oleh sejarah secara benar dan konsekuen. Sebaiknya etnis Tionghoa Indonesia yang kini mendapat hak-haknya dengan lebih baik perlu memberikan sumbangsih yang nyata bagi Indonesia tercinta.
Sebab sebagai orang Indonesia (menurut UU Kewarganegaraan yang baru), kini waktunya seluruh komponen bangsa bangkit bersama bersatu mengikis segala krisis yang kita alami di negeri ini, tanpa melihat asal-usul, golongan akan tetapi dengan melihat fenomena sebagai anak bangsa yang sedang mengalami kesusahan bersama sebagai saudara sebangsa dan se Tanah Air.
Karena demografi dan landscape politik sekarang ini sangatlah berbeda. Konsep kebangsaan lama yang terlalu menekankan homogenitas diatas keragaman tidak mengikuti irama zaman. Kebudayaan yang kita hadapi bukan cuma nasional tetapi juga multinasional. Konfigurasi kebudayaan Indonesia semakin mendekati konfigurasi kebudayaan dunia.
Indonesia menghadapi kenyataan makin berkembangnya kebudayaan Amerika, Eropa, Arab, Tiongkok, Jepang, Korea, India dsb. Keanekaan tak hanya antar suku bangsa, tetapi dengan kebudayaan bangsa lain. Jadi konsep kebangsaan zaman kini mungkin haruslah menjadi suatu konsep yang terbuka dan semakin menuju pada semangat internasionalisme yang merujuk pada perdamaian dunia
sebab seperti apa yang dikatakan Khong Hu Cu bahwa “Semua Manusia Adalah Bersaudara”. Karena Tuhan tidak pernah membedakan manusia, tidak ada seorangpun yang diistimewakan dan tidak ada suatu kaum yang ditinggikan diatas yang lainnya.
Dan bukankah Bung Karno pernah menegaskan bahwa Bhineka Tunggal Ika janganlah dilihat secara statis, melainkan harus diartikan secara dinamis. Kata beliau : Bhineka = das Sein yakni keadaan/ realitas yang ada, tetapi Tunggal Ika = das Sollen yakni tujuan yang kita cita-citakan bersama. Dan kita sedang berada di “das Sein” menuju “das Sollen” atau dalam rangka menuju nation building dari “persukuan” kita menuju “ke-Indonesia-an (wawasan kebangsaan) dan mungkin nanti menuju pada perdamaian dunia.
Harkat dan martabat seseorang berpulang pada diri masing-masing, tiap orang berpotensi selamat, karena setiap individu dianugerahi fitrah oleh Tuhan. Maka dari itu siapapun dapat menjadi orang yang bijak/ soleh/ al-ihsan/ tzun tze.
Bukan karena keanggotaan seseorang terhadap suatu institusi tetapi yang penting adalah pengalaman kualitas kemanusiaanya. Bukan pula banyak sedikitnya pengetahuan agama seseorang yang penting, melainkan ketulusan hati dan kesetiaanya kepada hal yang benar.
Semoga semangat Imlek dapat membawa kita menjadi individu yang baru dan senantiasa berbudi luhur sehingga dapat berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Shin Chun Khiong Hi. Shi Nian Khuai Le. Happy Anno Confuciani 2558
(Oleh Kristan; Penulis adalah Ketua Umum Generasi Muda Khonghucu Indonesia(GEMAKU) dan Kordinator Jaringan Tionghoa Muda Indonesia (JTM); http://15meh.blogspot.com/2008/03/sejarah-imlek-dan-khonghucu-di.html)-FatchurR
http://alumnimaterdei.com/iptek-yang-perlu/10919.html
Klaim Imlek sebagai Tahun Baru orang Tionghoa adalah kenyataan yang tidak bisa dibantah, sebab begitulah kenyataannya. Hal ini juga berlaku bagi hari raya Cheng Beng, Pek Chun, Cap Go Meh dsb (yang jelas-jelas hari raya tersebut merupakan hari raya agama Khonghucu).
Namun menurut para ahli, kenyataan itu terinspirasi dari yang dikatakan William McNaughton, “Hal-hal yang diajarkan Khonghucu adalah peradaban yang berabad lamanya dipegang dengan sangat teguh oleh bangsa Tionghoa. Karena itu tak berlebihan jika dikatakan Tiongkok adalah Khonghucu. Begitu juga halnya, Khonghucu adalah Tiongkok (Paul Strathen, Confucius In 90 Minutes)”.
Tokoh Melayu
Seorang tokoh Melayu Tionghoa (Kwee Tek Hoay) menyatakan semua orang Tionghoa adalah Khonghucu, sebab sebelum Tiongkok menjadi Republik, agama Khonghucu/Konfusianisme merupakan sistem moralitas, kehidupan sosial-politik, dan religi seluruh masyarakat Tiongkok. Sehingga pengaruh Konfusianisme sangat mengakar dalam kehidupan orang Tionghoa sampai abad 21 ini.
Beberapa ahli Barat menyimpulkan Konfusianisme merupakan “state religion” bagi kerajaan Tiongkok kuno. Diakui atau tidak, Konfusianisme sangat mempengaruhi prilaku dan berpikir orang Jepang, Korea, Vietnam dsb. Korea di bawah Dinasti Chosun memproklamirkan sebagai “Negara Khonghucu”
Di Indonesia ada catatan tidak resmi yang menyatakan bahwa dahulu hampir semua orang Tionghoa di Indonesia adalah Khonghucu, hal ini diperkuat dengan adanya PerPres No 1/1965, Khonghucu diakui sebagai salah satu agama besar yang berperan pada sejarah perkembangan Indonesia sehingga mendapatkan perlakuan yang sama dengan agama yang lainnya.
Sebelum keluarnya Inpres No 14 Tahun 1967 yang diskriminatif itu, diterima atau tidak karena dikriminasi sosial dan birokrasi oleh Inpres itu menyebabkan banyak penganut Khonghucu yang eksodus. Mengutip Qurtuby dalam bukunya Arus Cina Islam Jawa “bahwa sejarah harus diungkap secara jujur, fairness dan terbuka meskipun terkadang pahit untuk dirasakan”.
Di Indonesia, Imlek secara nasional pertama kali diprakarsai oleh MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) dan diklaim sebagai hari raya agama Khonghucu. Karena memang Indonesia tidak pernah mengenal hari raya suatu golongan etnis tertentu.
Penetapan Imlek sebagai hari raya karena ada pengakuan Khonghucu sebagai satu agama yang diakui di Indonesia (sesuai sikap PBB terhadap agama Khonghucu/Confucianism) dan sejarah membuktikan diantara organisasi Tionghoa yang lain perlu diakui, MATAKIN-lah pionir (dengan bantuan Gus Dur dan beberapa tokoh agama lain) sejak dahulu konsisten memperjuangkan persamaan hak-hak etnis Tionghoa dan agama Khonghucu pada khususnya walau dalam kukungan dan intimidasi rezim Orde Baru yang sangat diskriminatif itu.
Sekadar flash back ketika zaman Orde Baru Imlek dianggap sebagai suatu hal tabu dan menyesatkan yang harus dieliminasi keberadaanya. Sebagai contoh ketika Surjadi Sudirdja menjadi Gubernur Jakarta dikatakan bahwa Imlek dilarang dirayakan, Imlek hanya boleh dirayakan di rumah-rumah saja secara tertutup, hal ini diperkuat Direktur Urusan Agama Budha Depag Drs Budi Setyawan yang didasari oleh surat dari Dirjen Bimas Hindhu dan Budha Depag No H/BA.00/29/1/1993, di pelbagai surat kabar menyatakan larangan merayakan Imlek di Vihara dan Cetya.
Walubi melalui Dewan Pimpinan Pusatnya ikut mengeluarkan edaran No 07/DPP-WALUBI/KU/93, 11/01/93 menyatakan Imlek bukan hari raya Budha, sehingga Vihara Mahayana tidak boleh merayakan tahun baru Imlek dengan menggotong Toapekong, Barongsai dll. Pada masa itu bisa dikatakan semua fenomena yang mengidap culture shock itu berbondong-bondong menyerang Imlek.
Bahkan semua orang Tionghoa yang bukan beragama Khonghucu seolah memusuhi dan mejauhi Imlek. Namun dalam era reformasi kenyataan menyakitkan itu menjadi berbalik arah. Sekarang semua orang Tionghoa Indonesia mengklaim bahwa Imlek adalah sebagai hari raya tahun barunya.
Sumbangsih Nyata
Imlek kini adalah suatu perayaan besar milik dunia. Berdasar fakta ilmiah, Imlek lahir dan distandarisasi dinasti Han untuk menghargai jasa yang diberikan Khong Hu Cu pada masyarakat. Maka dari itu para sinolog barat menyebut Imlek dengan Anno Confuciani/AC (dihitung berdasarkan tahun kelahiran Khong Hu Cu) seperti halnya Anno Domini/AD (in the year of our lord)
Apapun itu, hendaknya tidak perlu dimasalahkan, atas nama kejujuran dan sportivitas perlu dicatat oleh sejarah secara benar dan konsekuen. Sebaiknya etnis Tionghoa Indonesia yang kini mendapat hak-haknya dengan lebih baik perlu memberikan sumbangsih yang nyata bagi Indonesia tercinta.
Sebab sebagai orang Indonesia (menurut UU Kewarganegaraan yang baru), kini waktunya seluruh komponen bangsa bangkit bersama bersatu mengikis segala krisis yang kita alami di negeri ini, tanpa melihat asal-usul, golongan akan tetapi dengan melihat fenomena sebagai anak bangsa yang sedang mengalami kesusahan bersama sebagai saudara sebangsa dan se Tanah Air.
Karena demografi dan landscape politik sekarang ini sangatlah berbeda. Konsep kebangsaan lama yang terlalu menekankan homogenitas diatas keragaman tidak mengikuti irama zaman. Kebudayaan yang kita hadapi bukan cuma nasional tetapi juga multinasional. Konfigurasi kebudayaan Indonesia semakin mendekati konfigurasi kebudayaan dunia.
Indonesia menghadapi kenyataan makin berkembangnya kebudayaan Amerika, Eropa, Arab, Tiongkok, Jepang, Korea, India dsb. Keanekaan tak hanya antar suku bangsa, tetapi dengan kebudayaan bangsa lain. Jadi konsep kebangsaan zaman kini mungkin haruslah menjadi suatu konsep yang terbuka dan semakin menuju pada semangat internasionalisme yang merujuk pada perdamaian dunia
sebab seperti apa yang dikatakan Khong Hu Cu bahwa “Semua Manusia Adalah Bersaudara”. Karena Tuhan tidak pernah membedakan manusia, tidak ada seorangpun yang diistimewakan dan tidak ada suatu kaum yang ditinggikan diatas yang lainnya.
Dan bukankah Bung Karno pernah menegaskan bahwa Bhineka Tunggal Ika janganlah dilihat secara statis, melainkan harus diartikan secara dinamis. Kata beliau : Bhineka = das Sein yakni keadaan/ realitas yang ada, tetapi Tunggal Ika = das Sollen yakni tujuan yang kita cita-citakan bersama. Dan kita sedang berada di “das Sein” menuju “das Sollen” atau dalam rangka menuju nation building dari “persukuan” kita menuju “ke-Indonesia-an (wawasan kebangsaan) dan mungkin nanti menuju pada perdamaian dunia.
Harkat dan martabat seseorang berpulang pada diri masing-masing, tiap orang berpotensi selamat, karena setiap individu dianugerahi fitrah oleh Tuhan. Maka dari itu siapapun dapat menjadi orang yang bijak/ soleh/ al-ihsan/ tzun tze.
Bukan karena keanggotaan seseorang terhadap suatu institusi tetapi yang penting adalah pengalaman kualitas kemanusiaanya. Bukan pula banyak sedikitnya pengetahuan agama seseorang yang penting, melainkan ketulusan hati dan kesetiaanya kepada hal yang benar.
Semoga semangat Imlek dapat membawa kita menjadi individu yang baru dan senantiasa berbudi luhur sehingga dapat berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Shin Chun Khiong Hi. Shi Nian Khuai Le. Happy Anno Confuciani 2558
(Oleh Kristan; Penulis adalah Ketua Umum Generasi Muda Khonghucu Indonesia(GEMAKU) dan Kordinator Jaringan Tionghoa Muda Indonesia (JTM); http://15meh.blogspot.com/2008/03/sejarah-imlek-dan-khonghucu-di.html)-FatchurR
http://alumnimaterdei.com/iptek-yang-perlu/10919.html
06 February 2015
Imlek Libur Nasional
Oleh Xs.Buanadjaja BS*
Pada akhir pidatonya Presiden Megawati Soekarnoputeri mengumumkan penetapan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional. Banyak yang meneteskan air mata haru ketika seluruh hadirin menyambut pengumuman itu dengan ’standing applause’. (Buanajaya BS)
Kini Tahun Baru Imlek termasuk hari libur nasional di Indonesia. Seperti juga dengan tahun baru Masehi, tahun baru Hijriyah, maupun tahun baru Saka. Menyongsong tahun baru Imlek medio bulan Februari 2015 mendatang, ada baiknya kita menggali beberapa hal yang bersangkutan dengan hari libur nasional tersebut.
Pada akhir pidatonya Presiden Megawati Soekarnoputeri mengumumkan penetapan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional. Banyak yang meneteskan air mata haru ketika seluruh hadirin menyambut pengumuman itu dengan ’standing applause’. (Buanajaya BS)
Kini Tahun Baru Imlek termasuk hari libur nasional di Indonesia. Seperti juga dengan tahun baru Masehi, tahun baru Hijriyah, maupun tahun baru Saka. Menyongsong tahun baru Imlek medio bulan Februari 2015 mendatang, ada baiknya kita menggali beberapa hal yang bersangkutan dengan hari libur nasional tersebut.
Tahun Baru Imlek tercatat tiap tanggal 1 bulan pertama (zhengyue chu yi - 正月初一) menurut kalender Imlek. Kalender Imlek dihitung berdasar peredaran bulan mengelilingi bumi (lunar system), yang disesuaikan pula dengan perhitungan bumi mengelilingi matahari (solar system). Dengan begitu Tahun Baru Imlek disebut sebagai kalender sistem Luni Solar, Im Yang Lek (Yin Yang Li 阴阳历), yang disingkat menjadi Imlek (Yinli 阴历).
Seperti juga Tahun Baru 1 Muharam dalam kalender Hijriyah berkaitan dengan ritual masyarakat Islam, Tahun Baru 1 Januari dalam kalender Masehi berkaitan dengan ritual masyarakat Kristen dan Katolik, Tahun Baru Nyepi menurut kalender Saka merupakan ritual masyarakat Hindu, demikian pula Tahun Baru Ciague Ce it (zhengyue chu yi) menurut kalender Imlek merupakan ritual masyarakat Khonghucu. Tahun baru Imlek tahun 2015 ini adalah yang ke 2566, dihitung semenjak kelahiran nabi besar Kongzi dilahirkan 551 tahun sebelum Masehi. Di Vietnam tahun baru Imlek dikenal sebagai ritual Tahun Baru Thet. Secara tradisi budaya Asia Kalender Imlek juga disebut Kalender Pertanian atau: Nongli (农历).
Semenjak dinasti Han, Rujiao (儒教) yang juga dikenal sebagai agama Khonghucu (Kongjiao 孔教) ditetapkan kaisar Han Wudi sebagai sistem ritual dan pendidikan keagamaan kerajaan (guojiao 国教). Tahun Baru Imlek dihitung mulai tahun kelahiran nabi besar Khongcu (Zhisheng Kongzi至圣孔子, 551sM), maka disebut kalender nabi besar Kongzi: Kong li (孔历), atau Kongzi li (孔子历).
Tahun 2015 tepatnya 19 Februari merupakan Tahun Baru Imlek ke 2566 Kongzi li (tahun Masehi 2015 + 551). Di Negara Tiongkok sekarang masyarakat mengenal Tahun Masehi sebagai: Gong nian (公年) dan Tahun Imlek sebagai: Kong nian (孔年).
Tahun Baru Imlek Dan Presiden Soekarno
Indonesia sudah punya peraturan presiden tentang hari hari raya keagamaan sejak satu tahun usia kemerdekaan Republik Indonesia, tahun 1946. Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno adalah pemimpin Indonesia pertama yang mengumumkan tahun baru Imlek sebagai hari libur (fakultatif). Dalam Peraturan Presiden tahun 1946 Presiden Soekarno mengumumkan hari hari raya keagamaan, sebagai berikut di bawah ini.
Untuk umat Islam ada 8 hari raya. Untuk komunitas Kristen Katolik ada 4 hari raya. Untuk masyarakat Khonghucu ada 4 hari raya, yaitu: Lahir Nabi Khong Hu Tju, Tahun Baru Imlek, Tsing Bing, Wafat Nabi Khong Hu Tju. Pemeluk agama Khonghucu di tanah air Indonesia mengenal keempat hari itu sebagai kewajiban ibadah.
Masyarakat Indonesia yang memeluk agama agama selain Khonghucu menganggap keempat hari raya itu bagian dari budaya tradisi kemasyarakatan Indonesia Tionghoa. Selama penjajahan, pemerintahan kolonial Belanda juga menyertakan keempat hari raya bagi masyarakat Tionghoa pemeluk Khonghucu. Pemerintah kolonial waktu itu menganggap orang Tionghoa yang tidak menyatakan beragama lain, mereka dipandang sebagai pemeluk agama Khong Hu Tju (agama Khonghucu). Tahun Baru 1 Januari, seperti juga hari raya Chrismast, Paskah dan Kenaikan Yesus Christus dalam masa penjajahan dianggap hari raya orang Eropah dan bangsa lain yang disamakan statusnya dengan golongan Eropah.
Pada hakikatnya berbagai agama termasuk agama Khonghucu bersifat universal dan bukan hanya dipeluk suatu bangsa tertentu. Komunitas bangsa Tiongkok, Korea, Jepang, Vietnam, Malaysia, Singapura, Nusantara sudah berabad lamanya memiliki pemeluk agama Khonghucu sesuai perkembangan kesejarahannya. Tahun Baru Imlek juga sudah menjadi bagian budaya berbagai bangsa tersebut, termasuk bangsa Indonesia.
Presiden Soekarno menempatkan pemeluk agama Khonghucu setara dengan pemeluk agama Islam dan agama agama yang dipeluk masyarakat Indonesia lainnya, termasuk di dalam merayakan hari hari besar keagamaan mereka.
Presiden Abdurrahman Wahid Memulihkan Ritual dan Hari Raya Imlek
Seperti juga Tahun Baru 1 Muharam dalam kalender Hijriyah berkaitan dengan ritual masyarakat Islam, Tahun Baru 1 Januari dalam kalender Masehi berkaitan dengan ritual masyarakat Kristen dan Katolik, Tahun Baru Nyepi menurut kalender Saka merupakan ritual masyarakat Hindu, demikian pula Tahun Baru Ciague Ce it (zhengyue chu yi) menurut kalender Imlek merupakan ritual masyarakat Khonghucu. Tahun baru Imlek tahun 2015 ini adalah yang ke 2566, dihitung semenjak kelahiran nabi besar Kongzi dilahirkan 551 tahun sebelum Masehi. Di Vietnam tahun baru Imlek dikenal sebagai ritual Tahun Baru Thet. Secara tradisi budaya Asia Kalender Imlek juga disebut Kalender Pertanian atau: Nongli (农历).
Semenjak dinasti Han, Rujiao (儒教) yang juga dikenal sebagai agama Khonghucu (Kongjiao 孔教) ditetapkan kaisar Han Wudi sebagai sistem ritual dan pendidikan keagamaan kerajaan (guojiao 国教). Tahun Baru Imlek dihitung mulai tahun kelahiran nabi besar Khongcu (Zhisheng Kongzi至圣孔子, 551sM), maka disebut kalender nabi besar Kongzi: Kong li (孔历), atau Kongzi li (孔子历).
Tahun 2015 tepatnya 19 Februari merupakan Tahun Baru Imlek ke 2566 Kongzi li (tahun Masehi 2015 + 551). Di Negara Tiongkok sekarang masyarakat mengenal Tahun Masehi sebagai: Gong nian (公年) dan Tahun Imlek sebagai: Kong nian (孔年).
Tahun Baru Imlek Dan Presiden Soekarno
Indonesia sudah punya peraturan presiden tentang hari hari raya keagamaan sejak satu tahun usia kemerdekaan Republik Indonesia, tahun 1946. Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno adalah pemimpin Indonesia pertama yang mengumumkan tahun baru Imlek sebagai hari libur (fakultatif). Dalam Peraturan Presiden tahun 1946 Presiden Soekarno mengumumkan hari hari raya keagamaan, sebagai berikut di bawah ini.
Untuk umat Islam ada 8 hari raya. Untuk komunitas Kristen Katolik ada 4 hari raya. Untuk masyarakat Khonghucu ada 4 hari raya, yaitu: Lahir Nabi Khong Hu Tju, Tahun Baru Imlek, Tsing Bing, Wafat Nabi Khong Hu Tju. Pemeluk agama Khonghucu di tanah air Indonesia mengenal keempat hari itu sebagai kewajiban ibadah.
Masyarakat Indonesia yang memeluk agama agama selain Khonghucu menganggap keempat hari raya itu bagian dari budaya tradisi kemasyarakatan Indonesia Tionghoa. Selama penjajahan, pemerintahan kolonial Belanda juga menyertakan keempat hari raya bagi masyarakat Tionghoa pemeluk Khonghucu. Pemerintah kolonial waktu itu menganggap orang Tionghoa yang tidak menyatakan beragama lain, mereka dipandang sebagai pemeluk agama Khong Hu Tju (agama Khonghucu). Tahun Baru 1 Januari, seperti juga hari raya Chrismast, Paskah dan Kenaikan Yesus Christus dalam masa penjajahan dianggap hari raya orang Eropah dan bangsa lain yang disamakan statusnya dengan golongan Eropah.
Pada hakikatnya berbagai agama termasuk agama Khonghucu bersifat universal dan bukan hanya dipeluk suatu bangsa tertentu. Komunitas bangsa Tiongkok, Korea, Jepang, Vietnam, Malaysia, Singapura, Nusantara sudah berabad lamanya memiliki pemeluk agama Khonghucu sesuai perkembangan kesejarahannya. Tahun Baru Imlek juga sudah menjadi bagian budaya berbagai bangsa tersebut, termasuk bangsa Indonesia.
Presiden Soekarno menempatkan pemeluk agama Khonghucu setara dengan pemeluk agama Islam dan agama agama yang dipeluk masyarakat Indonesia lainnya, termasuk di dalam merayakan hari hari besar keagamaan mereka.
Presiden Abdurrahman Wahid Memulihkan Ritual dan Hari Raya Imlek
Kita mengenal adanya kewajiban ibadah dalam tuntunan agama Ru (Rujiao 儒教) sejak masa kehidupan guru agung Kongzi, meliputi ibadah kepada Tuhan Yang Mahaesa (Tian天) pada musim semi (chunjie 春节), musim panas (xiajie 夏节), musim rontok (qiujie 求节), musim dingin (dongjie 东节).
Ritual Tahun Baru Imlek termasuk kewajiban ibadah kepada Tian pada musim semi (chunjie春节). Di dalam Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu (TATLUA) dinamakan: ibadah King Thi Kong (Jing Tian Gong 敬天公), dilaksanakan di rumah keluarga Khonghucu maupun di Kelenteng Kelenteng (Miao 庙) tanggal 8 malam 9 Bulan Pertama (zhengyue chu ba 正月初八) satu minggu sesudah awal Tahun Baru Imlek.
Ritual penutup Tahun Baru Imlek dilaksanakan masyarakat dua minggu sesudah awal Tahun Baru Imlek. Ritual penutup Tahun Baru Imlek ini dikenal sebagai Capgomeh atau Siang Guan (Shang Yuan). Shang Yuan jatuh pada tanggal 15 Bulan Pertama Imlek (zhengyue shiwu 正月 十五) malam hari. Pada saat Capgomeh pemeluk agama Khonghucu melakukan ibadah syukur, juga dirayakan festival lampion.
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tgl.17 Januari 2000 mengeluarkan Keppres no 6/tahun 2000 untuk mencabut Inpres no.14/tahun 1967 yang ditanda tangani oleh Pj.Presiden Jenderal Soeharto tentang Agama, Kepercayaan dan Adat istiadat Cina.
Berkat jasa Presiden Gus Dur, Capgomeh kembali diramaikan dengan seni budaya naga Liong dan Barongsai seperti sebelum dilarang selama 32 tahun pada era Orde Baru. Bahkan Presiden Gus Dur pulalah yang meminta kepada Sdr.Ws.Bingky Irawan Panitia Imlek dan Capgomeh Nasional tahun 2000 untuk sekaligus diadakan dua kali, Imlek Nasional di Jakarta dan Capgomeh Nasional di Surabaya.
Demikian kesaksian Ketua Umum MATAKIN tahun 2000 Sdr.Ws.Dr.Chandra Setyawan dan Sekjen.MATAKIN ketika itu Sdr.Ws.Budi Santoso T. dalam beberapa kesempatan. Presiden Gus Dur juga menetapkan Tahun Baru Imlek di Indonesia sebagai hari libur fakultatif, memulihkan apa yang pernah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno pada tahun 1946.
Presiden Megawati Soekarnoputeri Menetapkan Tahun Baru Imlek Hari Libur
Kemudian pada Imlek Nasional yang diselenggarakan Panitia Imleknas Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia tahun 2002 Presiden V Megawati Soekarnoputeri, demikian pula mantan Presiden IV Abdurrahman Wahid hadir bersama di tengah tengah umat Khonghucu dan para pejabat dalam dan luar negeri.
Pada akhir pidatonya Presiden Megawati Soekarnoputeri mengumumkan penetapan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional. Banyak yang meneteskan air mata haru ketika seluruh hadirin menyambut pengumuman itu dengan ’standing applause’.
Ritual Tahun Baru Imlek
Tahun Baru Imlek bertautan dengan Kelenteng atau Miao, musim semi atau Chunjie dan seni budaya naga Liong, burung Hong, Kilin dan barongsai. Semua itu merupakan simbol simbol tradisi budaya dan ritual Imlek. Ritual Imlek berakar pada Kitab Catatan Kesusilaan, Liji (礼记) sebagai bagian dari Sishu dan Wujing (四书 五经).
Ritual Tahun Baru Imlek dalam kitab Catatan Kesusilaan Liji IVA Yue Ling (Amanat Bulanan) diawali dengan upacara Li Chun. Tercatat pada Jilid IVA Yue Ling pasal 1.10 sebagai berikut: ”Pada bulan ini, tiba saat upacara Li Chun (tegaknya musim semi). Tiga hari sebelum upacara, Dashi (pencatat sejarah besar) memberi laporan dengan berkata, ’Pada hari ini adalah saat Li hun (4 Februari). Semarak kekuatan kebajikan ada pada unsur kayu.’ Tianzi (kaisar) segera bersiap dengan bersuci diri, pada hari Li Chun, Tianzi (kaisar) langsung memimpin San Gong (Tiga Pangeran), Jiu Qing (Sembilan Menteri Besar), para Zhu Hou (Rajamuda yang hadir di istana) dan para pembesar, menyambut musim semi di pinggiran kota Timur, dan menjamu para pangeran, rajamuda dan pembesar itu setelah kembali ke istana.”
Tahun ini tanggal 1 Bulan Pertama Imlek tahun 2566 Kongzili jatuh pada hari Kamis, tanggal 19 Februari 2015. Dalam masa kehidupan nabi besar Kongzi tahun baru jatuh pada sebelum musim dingin (Dongjie). Beliau menegaskan, agar dalam membangun sebuah pemerintahan yang baik, hendaknya mengikuti perhitungan kalender dinasti Xia.
Pada kalender dinasti Xia tahun baru jatuh pada awal musim semi (Chunjie). Hal ini memudahkan bagi seluruh rakyat di dalam menentukan awal musim tanam, karena mereka menggantungkan penghidupan sehari harinya dengan bercocok tanam. Oleh karena itulah kalender Imlek juga disebut sebagai: kalender pertanian, Nong li (农历).
Tentang kewajiban sembahyang kehadirat Tuhan Yang Mahaesa bertalian saat ritual Imlek di musim semi (chunjie), tercatat pada Jilid IVA Yue Ling pada 1.13 sebagai berikut: ”Pada bulan ini, pada hari pertama (Yuan Ri), Tianzi (kaisar) melakukan doa kepada Shangdi (Tuhan Yang Maha Tinggi KuasaNya) agar dikaruniakan tahun yang berlimpah.....”
Pada Jilid IVA Yue Ling pada 1.14.dicatat kondisi alam semesta sebagai berikut: ”Pada bulan ini, hawa langit turun dan hawa bumi naik. Langit dan bumi harmoni dalam kebersamaan. Rumput dan pohon pohonan bergerak tumbuh.”
Catatan Kesusilaan Liji di atas menentukan kewajiban beribadah kepada Tuhan Yang Maha Tinggi KuasaNya pada saat hari pertama (Yuan Ri) pada musim semi. Pada saat itu sistem keagamaan Ru, Rujiao adalah menempatkan kaisar sebagai Tianzi, yang secara harafiah berarti: Putera Tuhan. Kaisar sekaligus pemimpin rohani yang berkewajiban memimpin seluruh rakyat bersembahyang kepada sang Maha Pencipta.
Nabi besar Kongzi kemudian bersama para murid beliau yang berjumlah 3000 orang mengajarkan kewajiban beribadah ini kepada segenap rakyat, sehingga agama Khonghucu bukan lagi agama istana (royal religion), melainkan sebagai agama seluruh masyarakat (public religion).
Carik carik dan pernak pernik Imlek
Dalam tradisi budaya masyarakat Khonghucu dikenal kearifan rohani ’Jing Tian Zun Zu’ (敬天尊祖) ~ Sujud beriman kepada Tuhan Yang Mahaesa, berdoa memuliakan leluhur. Keluarga Khonghucu pada hari raya yang satu ini melaksanakan ibadah syukur kehadirat Tuhan. Ritual sembahyang dipimpin oleh sang ayah dalam keluarga itu.
Asap dupa harum semerbak memenuhi ruangan rumah tangga mereka saat Tahun Baru Imlek. Selain ibadah syukur kepada Tuhan (Tian), mereka juga saling maaf memaafkan dan melaksanakan ’paicia’ (bai nian 拜年) kepada sanak saudara dan kenalan dekat dengan mengucapkan ’kionghi’ (gongxi xinnian 恭禧新年).
Pernak pernik Imlek seperti lampion ’tenglong’ merah, kue kue dan buah buahan serta manisan khas Imlek, simbol simbol kaligrafi antara lain: Keberkahan ’Hok khi’ (Fuqi福气). Kerukunan dan keselamatan rumah tangga ’Hapkai Ping An’ (Hejia Bing An 合家平安). Tercapai Berjuta Cita Cita ’Ban su Ji yi’ (Wanshi Ruyi万事如意).
Masyarakat Tionghoa Indonesia masih melestarikan kewajiban mengunjungi orang orangtua mereka untuk menyampaikan selamat Tahun Baru Imlek dengan ucapan khas ’Selamat Tahun Baru Imlek’ (Xinnian Kuaile 新年快乐) sebagai bagian kearifan relijius dalam tradisi budaya (chuantong wenhua 传统文化) mereka.
Xin Nian Kuaile dan Hongbao
Selesai bersembahyang syukur kepada Tuhan, dan berdoa di altar leluhur keluarga, mereka mengunjungi kakek dan nenek. Anak, menantu dan cucu cucu bersujud ’paikui’ (guixia 跪下) memberi ucapan selamat Tahun Baru Imlek kepada beliau.
Orangtua memberi kepada anak anaknya bingkisan uang di dalam amplop berwarna merah sebagai tanda kasih dan membagikan kebahagiaan kepada mereka. Bingkisan merah itu dikenal dengan sebutan ’angpao’ (hongbao红包). Hongbao arti harafiahnya adalah bingkisan berwarna merah. Warna merah menjadi simbol kebahagiaan, keberkahan dan restu dari yang lebih tua kepada yang lebih muda, tetapi hanya untuk yang belum berkeluarga.
Mereka kemudian makan bersama sama kakek nenek, ayah ibu, paman bibi sebagai sebuah keluarga besar. Orang Tionghoa Indonesia masih memegang teguh kekerabatan berdasarkan marga ’She’ (xingming姓名). Anak anak laki laki sepanjang hidupnya memegang teguh marga mereka, sebagai garis lurus marga ayah, kakek dan nenek moyangnya.
Anak perempuan juga mempunyai marga yang sama dengan ayah dan saudara laki laki mereka, namun sesudah mereka menikah, anak anak yang dilahirkannya mengikuti marga suami dan ayah mertuanya. Seorang anak perempuan bermarga Lim/Liem (lin 林), saat dewasa menikah dengan seorang suami bermarga Oei/Ui (huang 黄), putera puteri yang dilahirkan memakai marga suaminya itu.
Doa dan harapan
Demikianlah carik carik dan pernak pernik yang berkaitan dengan ritual Tahun Baru Imlek. Simbol simbol spiritual Imlek mengandung doa dan harapan kepada Tuhan Yang Mahaesa dan berdoa memuliakan orangtua dan para leluhur. Kewajiban rohani tersebut merupakan perwujudan ajaran keagamaan Khonghucu, khususnya agar setiap insan beriman meneladani putera puteri dan cucu cicit mereka menjadi insan yang patuh berbakti ’U Hau’ (you xiao 有孝), menjadi anak anak yang saleh menjalankan kebajikan.
Zaman boleh berubah, budaya dan tradisi berkembang sesuai tempat dan waktu. Ritual Imlek berlandas ajaran kitab Sishu dan Wujing, maka hakikat Imlek adalah budaya rohani yang berakar pada ibadah Khonghucu.
Sebagai bagian dari tradisi budaya umat manusia, sebagaimana juga Tahun Masehi sudah menjadi milik dunia. Tahun Imlek juga sudah menyumbangsihkan nilai universal yang menembus batasan batasan bangsa dan budaya kelompok tertentu. Ritual Imlek tetap tidak mungkin kehilangan nilai filosofis dan moral spiritualnya, dalam hal ini Confucian religious system di dalam Rujiao Jingshu, Sishu Wujing, kitab suci agama Khonghucu.
* penulis adalah budayawan Kelenteng dan korps Xueshi Indonesia (2004-2015). (Romy)
Ritual Tahun Baru Imlek termasuk kewajiban ibadah kepada Tian pada musim semi (chunjie春节). Di dalam Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghucu (TATLUA) dinamakan: ibadah King Thi Kong (Jing Tian Gong 敬天公), dilaksanakan di rumah keluarga Khonghucu maupun di Kelenteng Kelenteng (Miao 庙) tanggal 8 malam 9 Bulan Pertama (zhengyue chu ba 正月初八) satu minggu sesudah awal Tahun Baru Imlek.
Ritual penutup Tahun Baru Imlek dilaksanakan masyarakat dua minggu sesudah awal Tahun Baru Imlek. Ritual penutup Tahun Baru Imlek ini dikenal sebagai Capgomeh atau Siang Guan (Shang Yuan). Shang Yuan jatuh pada tanggal 15 Bulan Pertama Imlek (zhengyue shiwu 正月 十五) malam hari. Pada saat Capgomeh pemeluk agama Khonghucu melakukan ibadah syukur, juga dirayakan festival lampion.
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tgl.17 Januari 2000 mengeluarkan Keppres no 6/tahun 2000 untuk mencabut Inpres no.14/tahun 1967 yang ditanda tangani oleh Pj.Presiden Jenderal Soeharto tentang Agama, Kepercayaan dan Adat istiadat Cina.
Berkat jasa Presiden Gus Dur, Capgomeh kembali diramaikan dengan seni budaya naga Liong dan Barongsai seperti sebelum dilarang selama 32 tahun pada era Orde Baru. Bahkan Presiden Gus Dur pulalah yang meminta kepada Sdr.Ws.Bingky Irawan Panitia Imlek dan Capgomeh Nasional tahun 2000 untuk sekaligus diadakan dua kali, Imlek Nasional di Jakarta dan Capgomeh Nasional di Surabaya.
Demikian kesaksian Ketua Umum MATAKIN tahun 2000 Sdr.Ws.Dr.Chandra Setyawan dan Sekjen.MATAKIN ketika itu Sdr.Ws.Budi Santoso T. dalam beberapa kesempatan. Presiden Gus Dur juga menetapkan Tahun Baru Imlek di Indonesia sebagai hari libur fakultatif, memulihkan apa yang pernah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno pada tahun 1946.
Presiden Megawati Soekarnoputeri Menetapkan Tahun Baru Imlek Hari Libur
Kemudian pada Imlek Nasional yang diselenggarakan Panitia Imleknas Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia tahun 2002 Presiden V Megawati Soekarnoputeri, demikian pula mantan Presiden IV Abdurrahman Wahid hadir bersama di tengah tengah umat Khonghucu dan para pejabat dalam dan luar negeri.
Pada akhir pidatonya Presiden Megawati Soekarnoputeri mengumumkan penetapan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional. Banyak yang meneteskan air mata haru ketika seluruh hadirin menyambut pengumuman itu dengan ’standing applause’.
Ritual Tahun Baru Imlek
Tahun Baru Imlek bertautan dengan Kelenteng atau Miao, musim semi atau Chunjie dan seni budaya naga Liong, burung Hong, Kilin dan barongsai. Semua itu merupakan simbol simbol tradisi budaya dan ritual Imlek. Ritual Imlek berakar pada Kitab Catatan Kesusilaan, Liji (礼记) sebagai bagian dari Sishu dan Wujing (四书 五经).
Ritual Tahun Baru Imlek dalam kitab Catatan Kesusilaan Liji IVA Yue Ling (Amanat Bulanan) diawali dengan upacara Li Chun. Tercatat pada Jilid IVA Yue Ling pasal 1.10 sebagai berikut: ”Pada bulan ini, tiba saat upacara Li Chun (tegaknya musim semi). Tiga hari sebelum upacara, Dashi (pencatat sejarah besar) memberi laporan dengan berkata, ’Pada hari ini adalah saat Li hun (4 Februari). Semarak kekuatan kebajikan ada pada unsur kayu.’ Tianzi (kaisar) segera bersiap dengan bersuci diri, pada hari Li Chun, Tianzi (kaisar) langsung memimpin San Gong (Tiga Pangeran), Jiu Qing (Sembilan Menteri Besar), para Zhu Hou (Rajamuda yang hadir di istana) dan para pembesar, menyambut musim semi di pinggiran kota Timur, dan menjamu para pangeran, rajamuda dan pembesar itu setelah kembali ke istana.”
Tahun ini tanggal 1 Bulan Pertama Imlek tahun 2566 Kongzili jatuh pada hari Kamis, tanggal 19 Februari 2015. Dalam masa kehidupan nabi besar Kongzi tahun baru jatuh pada sebelum musim dingin (Dongjie). Beliau menegaskan, agar dalam membangun sebuah pemerintahan yang baik, hendaknya mengikuti perhitungan kalender dinasti Xia.
Pada kalender dinasti Xia tahun baru jatuh pada awal musim semi (Chunjie). Hal ini memudahkan bagi seluruh rakyat di dalam menentukan awal musim tanam, karena mereka menggantungkan penghidupan sehari harinya dengan bercocok tanam. Oleh karena itulah kalender Imlek juga disebut sebagai: kalender pertanian, Nong li (农历).
Tentang kewajiban sembahyang kehadirat Tuhan Yang Mahaesa bertalian saat ritual Imlek di musim semi (chunjie), tercatat pada Jilid IVA Yue Ling pada 1.13 sebagai berikut: ”Pada bulan ini, pada hari pertama (Yuan Ri), Tianzi (kaisar) melakukan doa kepada Shangdi (Tuhan Yang Maha Tinggi KuasaNya) agar dikaruniakan tahun yang berlimpah.....”
Pada Jilid IVA Yue Ling pada 1.14.dicatat kondisi alam semesta sebagai berikut: ”Pada bulan ini, hawa langit turun dan hawa bumi naik. Langit dan bumi harmoni dalam kebersamaan. Rumput dan pohon pohonan bergerak tumbuh.”
Catatan Kesusilaan Liji di atas menentukan kewajiban beribadah kepada Tuhan Yang Maha Tinggi KuasaNya pada saat hari pertama (Yuan Ri) pada musim semi. Pada saat itu sistem keagamaan Ru, Rujiao adalah menempatkan kaisar sebagai Tianzi, yang secara harafiah berarti: Putera Tuhan. Kaisar sekaligus pemimpin rohani yang berkewajiban memimpin seluruh rakyat bersembahyang kepada sang Maha Pencipta.
Nabi besar Kongzi kemudian bersama para murid beliau yang berjumlah 3000 orang mengajarkan kewajiban beribadah ini kepada segenap rakyat, sehingga agama Khonghucu bukan lagi agama istana (royal religion), melainkan sebagai agama seluruh masyarakat (public religion).
Carik carik dan pernak pernik Imlek
Dalam tradisi budaya masyarakat Khonghucu dikenal kearifan rohani ’Jing Tian Zun Zu’ (敬天尊祖) ~ Sujud beriman kepada Tuhan Yang Mahaesa, berdoa memuliakan leluhur. Keluarga Khonghucu pada hari raya yang satu ini melaksanakan ibadah syukur kehadirat Tuhan. Ritual sembahyang dipimpin oleh sang ayah dalam keluarga itu.
Asap dupa harum semerbak memenuhi ruangan rumah tangga mereka saat Tahun Baru Imlek. Selain ibadah syukur kepada Tuhan (Tian), mereka juga saling maaf memaafkan dan melaksanakan ’paicia’ (bai nian 拜年) kepada sanak saudara dan kenalan dekat dengan mengucapkan ’kionghi’ (gongxi xinnian 恭禧新年).
Pernak pernik Imlek seperti lampion ’tenglong’ merah, kue kue dan buah buahan serta manisan khas Imlek, simbol simbol kaligrafi antara lain: Keberkahan ’Hok khi’ (Fuqi福气). Kerukunan dan keselamatan rumah tangga ’Hapkai Ping An’ (Hejia Bing An 合家平安). Tercapai Berjuta Cita Cita ’Ban su Ji yi’ (Wanshi Ruyi万事如意).
Masyarakat Tionghoa Indonesia masih melestarikan kewajiban mengunjungi orang orangtua mereka untuk menyampaikan selamat Tahun Baru Imlek dengan ucapan khas ’Selamat Tahun Baru Imlek’ (Xinnian Kuaile 新年快乐) sebagai bagian kearifan relijius dalam tradisi budaya (chuantong wenhua 传统文化) mereka.
Xin Nian Kuaile dan Hongbao
Selesai bersembahyang syukur kepada Tuhan, dan berdoa di altar leluhur keluarga, mereka mengunjungi kakek dan nenek. Anak, menantu dan cucu cucu bersujud ’paikui’ (guixia 跪下) memberi ucapan selamat Tahun Baru Imlek kepada beliau.
Orangtua memberi kepada anak anaknya bingkisan uang di dalam amplop berwarna merah sebagai tanda kasih dan membagikan kebahagiaan kepada mereka. Bingkisan merah itu dikenal dengan sebutan ’angpao’ (hongbao红包). Hongbao arti harafiahnya adalah bingkisan berwarna merah. Warna merah menjadi simbol kebahagiaan, keberkahan dan restu dari yang lebih tua kepada yang lebih muda, tetapi hanya untuk yang belum berkeluarga.
Mereka kemudian makan bersama sama kakek nenek, ayah ibu, paman bibi sebagai sebuah keluarga besar. Orang Tionghoa Indonesia masih memegang teguh kekerabatan berdasarkan marga ’She’ (xingming姓名). Anak anak laki laki sepanjang hidupnya memegang teguh marga mereka, sebagai garis lurus marga ayah, kakek dan nenek moyangnya.
Anak perempuan juga mempunyai marga yang sama dengan ayah dan saudara laki laki mereka, namun sesudah mereka menikah, anak anak yang dilahirkannya mengikuti marga suami dan ayah mertuanya. Seorang anak perempuan bermarga Lim/Liem (lin 林), saat dewasa menikah dengan seorang suami bermarga Oei/Ui (huang 黄), putera puteri yang dilahirkan memakai marga suaminya itu.
Doa dan harapan
Demikianlah carik carik dan pernak pernik yang berkaitan dengan ritual Tahun Baru Imlek. Simbol simbol spiritual Imlek mengandung doa dan harapan kepada Tuhan Yang Mahaesa dan berdoa memuliakan orangtua dan para leluhur. Kewajiban rohani tersebut merupakan perwujudan ajaran keagamaan Khonghucu, khususnya agar setiap insan beriman meneladani putera puteri dan cucu cicit mereka menjadi insan yang patuh berbakti ’U Hau’ (you xiao 有孝), menjadi anak anak yang saleh menjalankan kebajikan.
Zaman boleh berubah, budaya dan tradisi berkembang sesuai tempat dan waktu. Ritual Imlek berlandas ajaran kitab Sishu dan Wujing, maka hakikat Imlek adalah budaya rohani yang berakar pada ibadah Khonghucu.
Sebagai bagian dari tradisi budaya umat manusia, sebagaimana juga Tahun Masehi sudah menjadi milik dunia. Tahun Imlek juga sudah menyumbangsihkan nilai universal yang menembus batasan batasan bangsa dan budaya kelompok tertentu. Ritual Imlek tetap tidak mungkin kehilangan nilai filosofis dan moral spiritualnya, dalam hal ini Confucian religious system di dalam Rujiao Jingshu, Sishu Wujing, kitab suci agama Khonghucu.
* penulis adalah budayawan Kelenteng dan korps Xueshi Indonesia (2004-2015). (Romy)
Imlek Sebagai Cermin Ritual Khonghucu
DR.Ws.Ongky SK
Hari Raya Tahun Baru ‘Imlek’ 2566 Kongzili yang jatuh pada tanggal 19-2-2015, dilambangkan dengan tahun kambing dihitung dari kelahiran Nabi Khongzi (Nabi Khongcu) yakni 551 Sm + 2015 M = 2566. Sistem penanggalan ini memang ada jauh sebelum Nabi Kongzi lahir, yaitu sejak era Huang Di, yang dikenal dengan penanggalan petani (Nong Li). Dalam perkembangannya, penetapan tahun baru penanggalan ini mengalami perubahan dari zaman ke zaman sesuai dengan pemerintahan yang berkuasa. Baru pada dinasti Han (205-220 M) ketika agama Khonghucu menjadi agama resmi Negara, sistem penanggalan kembali memakai penanggalan dinasti Xia (Xia Li) atau Khongculik/ Kongzili. Dahulu pernah tahun baru dijatuhkan pada Hari Raya Tangcik (22 desember), akan tetapi oleh Nabi Kongzi (Khongcu) disabdakan untuk kembali ke penanggalan dinasti Xia yaitu saat tanggal 1 bulan 1. Sebagai penghormatan kepada Nabi Kongzi/ Khongcu maka tahun kelahiran Beliau yaitu 551 SM dijadikan sebagai awal penanggalan ini. Oleh karena itulah Tahun Baru ‘Imlek’ merupakan Hari Raya umat Khonghucu yang diawali dengan sembahyang kepada Tian (Tuhan YME) sebagai rasa syukur dalam perjalanan hidup setahun atas berkat dan rahmat Tian kepada umat manusia yang kemudian di akhiri dengan sembahyang Cap Go Meh di tanggal kelimabelas (pada saat bulan purnama) yang jatuh pada tanggal 15 bulan 1, sebagai awal musim tanam.
Hari Raya Tahun Baru ‘Imlek’ 2566 Kongzili yang jatuh pada tanggal 19-2-2015, dilambangkan dengan tahun kambing dihitung dari kelahiran Nabi Khongzi (Nabi Khongcu) yakni 551 Sm + 2015 M = 2566. Sistem penanggalan ini memang ada jauh sebelum Nabi Kongzi lahir, yaitu sejak era Huang Di, yang dikenal dengan penanggalan petani (Nong Li). Dalam perkembangannya, penetapan tahun baru penanggalan ini mengalami perubahan dari zaman ke zaman sesuai dengan pemerintahan yang berkuasa. Baru pada dinasti Han (205-220 M) ketika agama Khonghucu menjadi agama resmi Negara, sistem penanggalan kembali memakai penanggalan dinasti Xia (Xia Li) atau Khongculik/ Kongzili. Dahulu pernah tahun baru dijatuhkan pada Hari Raya Tangcik (22 desember), akan tetapi oleh Nabi Kongzi (Khongcu) disabdakan untuk kembali ke penanggalan dinasti Xia yaitu saat tanggal 1 bulan 1. Sebagai penghormatan kepada Nabi Kongzi/ Khongcu maka tahun kelahiran Beliau yaitu 551 SM dijadikan sebagai awal penanggalan ini. Oleh karena itulah Tahun Baru ‘Imlek’ merupakan Hari Raya umat Khonghucu yang diawali dengan sembahyang kepada Tian (Tuhan YME) sebagai rasa syukur dalam perjalanan hidup setahun atas berkat dan rahmat Tian kepada umat manusia yang kemudian di akhiri dengan sembahyang Cap Go Meh di tanggal kelimabelas (pada saat bulan purnama) yang jatuh pada tanggal 15 bulan 1, sebagai awal musim tanam.
Istilah Imlek itu sendiri sebenarnya “kesalah-kaprahan” dimana sebenarnya penanggalan ini disebut Khongculik/Kongzili atau Imyanglik dimana pengambilannya disesuaikan perputaran bulan terhadap bumi, dan bumi-bulan terhadap matahari. Sebagai bukti, penanggalan ini sesuai dengan naik turun pasang air laut. Sedangkan terhadap matahari , penanggalan sesuai dengan pengaturan empat musim. Oleh karena itu sebenarnya pengucapan penanggalan Khongculik disebut ‘imlek’ merupakan kesalah-kaprahan. Namun demikian hal pengucapan ini tidaklah perlu dipersoalkan lagi karena ini sudah menjadi istilah umum, yang penting kita tahu yang sebenarnya.
Akhir-akhir ini mulai banyak terlihat orang-orang yang selama 35 tahun ini sudah bukan umat Khonghucu lagi tetap merayakan ‘Imlek’ bersama keluarga mereka sehingga ada kecenderungan menganggap ‘Imlek’ bukan saja dimiliki oleh umat Khonghucu, melainkan oleh warga keturunan Tionghoa pada umumnya. Fenomena ini menjadi bertambah menarik ketika bermunculan acara ritual Imlek diluar agama Khonghucu sehingga makin menggiring Hari Raya Imlek sebagai hari besar yang masuk kedalam ranah budaya ketimbang sebagai hari besar keagamaan.
Secara Universal memang Tahun baru ‘Imlek’ dirayakan di seluruh dunia khususnya China, Hongkong, Taiwan, Singapura, Vietnam, Korea dll, bahkan di Indonesia tahun baru Imlek menjadi Hari Libur Nasional (2003). Dalam hal ini Matakin (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) telah mengadakan perayaan ‘Imlek’ Nasional yang dihadiri oleh Presiden secara berturut-turut sejak 16 tahun yang lalu.
Tahun baru ‘Imlek’ mengandung makna “perubahan”, manusia hendaknya merubah kehidupannya kearah lebih baik dengan membina diri, mengoreksi diri kekurangan hidupnya selama setahun (yang lalu) dan kemudian menyongsong masa depan yang lebih baik. Di Tahun baru ‘Imlek’ ini merupakan sarana berkumpul keluarga untuk mempererat persaudaraan dan saling memohon maaf. Bagi yang muda pai ( hormat) kepada yang tua. Khususnya anak anak harus sujud kepada orang tuanya sebagai bentuk bakti kepada orang tua. ‘Imlek’ juga mengandung makna bersatunya keluarga dimana pada saat ‘Imlek’ adalah saat-saat tepat bagi kumpulnya keluarga yang dalam kehidupan sehari hari sibuk dan jarang berjumpa. Makna ini bisa kita lihat dari tradisi mudik terbesar bagi orang- orang Tionghoa ketika ‘Imlek’. ‘Imlek’ juga mengandung makna sebagai bentuk berbagi kebahagiaan dimana Ajaran Agama Khonghucu menganjurkan untuk memberi dari pada diberi, menganjurkan bahwa hidup ini harus bermanfaat bagi orang lain. Bentuk-bentuk ini bisa kita lihat dari tradisi angpau sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia harus memberikan sebagian rejekinya kepada orang yang dijumpainya. Yang lebih penting lagi ‘Imlek’ akan mendorong spirit dalam beribadah, bekerja lebih keras lagi. Semua orang di awal tahun tahun harus memiliki semangat baru dalam bekerja dan mengisi kehidupan secara positif. Manusia wajib juga bercermin diri apakah tindakan dan perbuatan tahun lalu sudah benar?
Dalam kitab Ajaran Besar Bab II: 1 disebutkan “Bila suatu hari dapat memperbaharui diri, perbaharui terus tiap hari dan jagalah agar baharu selama lamanya”. Lebih penting lagi bahwa dalam ‘Imlek’ diawali dengan kegiatan sembahyang kepada Tian dan di akhir perayaan ‘Imlek’ juga ditutup dengan sembahyang kepada Tian (Tuhan YME). Hal inilah menunjukan bahwa ‘Imlek’ mengandung makna ritual yang sangat mendalam. Seperti yang disabdakan Nabi Kongzi bahwa kita harus memuliakan orang-orang besar, Para Nabi dan Tian (Tuhan YME) sebagai bagian dari penyempurnaan kehidupan kita di dunia. Dengan perayaan ‘Imlek’ kita harus lebih meningkatkan iman dan sujud kepada Tian. Semoga melalui ‘Imlek’ 2566 ini, kita menjadi manusia yang bermental baru menyongsong Indonesia maju. Semua itu bisa terwujud bila kita mau bertindak dan bekerja keras dengan kemauan yang membara seperti yang disabdakan Nabi Khongzi kita tidak boleh membatasi diri kita, asal ada kemauan pasti akan berhasil.
Sumber: DR.Ws.Ongky SK (Romy)
Akhir-akhir ini mulai banyak terlihat orang-orang yang selama 35 tahun ini sudah bukan umat Khonghucu lagi tetap merayakan ‘Imlek’ bersama keluarga mereka sehingga ada kecenderungan menganggap ‘Imlek’ bukan saja dimiliki oleh umat Khonghucu, melainkan oleh warga keturunan Tionghoa pada umumnya. Fenomena ini menjadi bertambah menarik ketika bermunculan acara ritual Imlek diluar agama Khonghucu sehingga makin menggiring Hari Raya Imlek sebagai hari besar yang masuk kedalam ranah budaya ketimbang sebagai hari besar keagamaan.
Secara Universal memang Tahun baru ‘Imlek’ dirayakan di seluruh dunia khususnya China, Hongkong, Taiwan, Singapura, Vietnam, Korea dll, bahkan di Indonesia tahun baru Imlek menjadi Hari Libur Nasional (2003). Dalam hal ini Matakin (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) telah mengadakan perayaan ‘Imlek’ Nasional yang dihadiri oleh Presiden secara berturut-turut sejak 16 tahun yang lalu.
Tahun baru ‘Imlek’ mengandung makna “perubahan”, manusia hendaknya merubah kehidupannya kearah lebih baik dengan membina diri, mengoreksi diri kekurangan hidupnya selama setahun (yang lalu) dan kemudian menyongsong masa depan yang lebih baik. Di Tahun baru ‘Imlek’ ini merupakan sarana berkumpul keluarga untuk mempererat persaudaraan dan saling memohon maaf. Bagi yang muda pai ( hormat) kepada yang tua. Khususnya anak anak harus sujud kepada orang tuanya sebagai bentuk bakti kepada orang tua. ‘Imlek’ juga mengandung makna bersatunya keluarga dimana pada saat ‘Imlek’ adalah saat-saat tepat bagi kumpulnya keluarga yang dalam kehidupan sehari hari sibuk dan jarang berjumpa. Makna ini bisa kita lihat dari tradisi mudik terbesar bagi orang- orang Tionghoa ketika ‘Imlek’. ‘Imlek’ juga mengandung makna sebagai bentuk berbagi kebahagiaan dimana Ajaran Agama Khonghucu menganjurkan untuk memberi dari pada diberi, menganjurkan bahwa hidup ini harus bermanfaat bagi orang lain. Bentuk-bentuk ini bisa kita lihat dari tradisi angpau sebagai bentuk rasa syukur dan bahagia harus memberikan sebagian rejekinya kepada orang yang dijumpainya. Yang lebih penting lagi ‘Imlek’ akan mendorong spirit dalam beribadah, bekerja lebih keras lagi. Semua orang di awal tahun tahun harus memiliki semangat baru dalam bekerja dan mengisi kehidupan secara positif. Manusia wajib juga bercermin diri apakah tindakan dan perbuatan tahun lalu sudah benar?
Dalam kitab Ajaran Besar Bab II: 1 disebutkan “Bila suatu hari dapat memperbaharui diri, perbaharui terus tiap hari dan jagalah agar baharu selama lamanya”. Lebih penting lagi bahwa dalam ‘Imlek’ diawali dengan kegiatan sembahyang kepada Tian dan di akhir perayaan ‘Imlek’ juga ditutup dengan sembahyang kepada Tian (Tuhan YME). Hal inilah menunjukan bahwa ‘Imlek’ mengandung makna ritual yang sangat mendalam. Seperti yang disabdakan Nabi Kongzi bahwa kita harus memuliakan orang-orang besar, Para Nabi dan Tian (Tuhan YME) sebagai bagian dari penyempurnaan kehidupan kita di dunia. Dengan perayaan ‘Imlek’ kita harus lebih meningkatkan iman dan sujud kepada Tian. Semoga melalui ‘Imlek’ 2566 ini, kita menjadi manusia yang bermental baru menyongsong Indonesia maju. Semua itu bisa terwujud bila kita mau bertindak dan bekerja keras dengan kemauan yang membara seperti yang disabdakan Nabi Khongzi kita tidak boleh membatasi diri kita, asal ada kemauan pasti akan berhasil.
Sumber: DR.Ws.Ongky SK (Romy)
* www.ayojambi.com/
Kongzi Li - Penanggalan Khonghucu
孔 子 曆
Kongzi Li - Penanggalan Khonghucu
System penanggalan lazimnya terkait dengan suatu kepercayaan/ keyakinan (agama), karena memang penanggalan diadakan untuk memberikan pegangan bagi umat (beragama), utamanya dalam melakukan ritual/persembahyangan (ibadah) seperti yang dituntunkan dalam kitab sucinya sebagai panggilan iman.
Kongzi Li - Penanggalan Khonghucu
System penanggalan lazimnya terkait dengan suatu kepercayaan/ keyakinan (agama), karena memang penanggalan diadakan untuk memberikan pegangan bagi umat (beragama), utamanya dalam melakukan ritual/persembahyangan (ibadah) seperti yang dituntunkan dalam kitab sucinya sebagai panggilan iman.
Ada tiga system penanggalan yang dikenal, yakni; yang pertama adalah Lunar (bulan) system (penanggalan Hijriah, satu tahunnya 354 hari), yang kedua Solar (matahari) sytem, (penanggalan Masehi, satu tahunnya 365 ¼ hari). Selisih inilah yang menyebabkan hari raya Idul Fitri setiap tahunnya maju 11 hari dibandingkan penanggalan Masehi. Yang ketiga Luni-solar system, merupakan gabungan dari kedua system di atas (penanggalan Pertanian, 農 曆 - Nong Li; yang kemudian hari dikenal sebagai penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li). Dimana selisih hari dari kedua system itu dikonversikan dengan apa yang disebut bulan kabisat (閏 月 - Run Yue) dengan perhitungan setiap (siklus) 19 tahun dilakukan penyesuaian (disisipkan bulan kabisat) sebanyak 7 kali. (19 X 11 = 209 equivalent dengan 7 bulan). Dengan demikian, hari raya Tahun Baru penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li, setiap tahunnya jatuh pada kisaran 20 Januari - 19 Pebruari. (karena perhitungan tertentu dengan adanya bulan kabisat sebanyak 7 kali dalam 19 tahun).
帝 曰 : 咨 ,汝 羲 暨 和 !
朞 三 百 有 六 旬 有 六 日 ,以 閏 月 ,定 四 時 成 歲 。
允 釐 百 工 ,庶 績 咸 熙 。
Baginda (Yao) bersabda, “O ! kamu, Xi dan He, camkan, setahun itu ada 366 hari”;
Dengan mengingat adanya bulan kabisat, tetapkanlah ke empat musim dalam setahun.
Aturlah beratus pekerja itu sehingga semua pekerjaan sepanjang tahun terselenggara baik.
(唐 書 - 堯 典 ; Tang Shu - Yao Dian)
Penyebutan penanggalan Yinli/Imlek (陰 曆) untuk penanggalan Khonghucu, sebenarnya salah kaprah. Karena Yinli/Imlek (陰 曆) menunjuk pada Lunar system sedang untuk Solar system disebut Yangli/Yanglek (陽 曆), maka untuk penyebutan penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li yang merupakan gabungan dari lunar system dengan Solar system (Luni-solar system) seharusnya Yinyangli/Imyanglek (陰 陽 曆).
Kenapa disebut penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li?
System penanggalan ini mempunyai sejarah yang panjang dan unik, sejak pertama kali dibuat (era黃 帝 - Huang Di; 2698 s.M - 2598 s.M), penentuan Tahun Baru nya mengalami perubahan dari satu dinasti ke dinasti yang lain.
Nabi Khongcu (孔 子 ; 551 s.M - 479 s.M) yang hidup pada zaman 春 秋 - Chun Qiu akhir era dinasti周 - Zhou (1122 s.M - 255 s.M), menyerukan untuk menggunakan penanggalan dinasti 夏 - Xia (2205 s.M - 1766 s.M) karena Nabi Khongcu melihat bahwa penentuan Tahun Baru seyogyanya dikaitkan dengan ketepatan perhitungan musim yang juga merupakan aspek kultural-filosofis dimana akan memudahkan rakyat dalam bercocok-tanam, hal ini mengingat pula begitu pentingnya aspek ketepatan musim tanam, diawal musim semi bagi masyarakat agraris, yang menumpukan hidupnya dengan bersawah-ladang, yang mana hasilnya untuk memenuhi kebutuhan pokok umat manusia. Mereka adalah rakyat berbagai bangsa, berabad-abad sehingga sekarang. Inilah Wahyu Tian (天 賜 - Tian Ci) yang diturunkan bagi kesejahteraan insan ciptaanNya melalui Nabi Khongcu!
子 曰 :行 夏 之 時 。
Nabi (Khongcu) bersabda : “Pakailah penanggalan Dinasti Xia.”
(論 語 - Lun Yu XV: 11)
Pada saat itu, penguasa belum/tidak memperhatikan sabda Nabi Khongcu tersebut (hanya raja yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan system penanggalan dengan Tahun Baru nya). Namun Tian berkehendak lain, pada zaman dinasti 漢 - Han, raja ke VI; 漢 武 帝 - Han Wu Di, pada tahun 104 s.M, mencanangkan penggunaan system penanggalan seperti yang di sabdakan Nabi Khongcu. Dan awal tahunnya ditentukan dengan menggunakan tahun kelahiran Nabi Khongcu (551 s.M). Itulah sebabnya perhitungan penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li, kini menunjuk angka 2566 tahun (551 s.M + 2015 M). Sejak itu, penggunaan system penanggalan ini sampai sekarang tidak pernah berubah lagi. Seandainya漢 武 帝 - Han Wu Di tidak mencanangkan system penanggalan seperti yang di-sabda-kan Nabi Khongcu, maka orang tidak akan pernah tahu apa yang terjadi (menggunakan system yang mana dan kapan penentuan tahun barunya). Karena orang menggunakan system penanggalan seperti yang dicanangkan oleh 漢 武 帝 - Han Wu Di yang menyumber dari sabda Nabi Khongcu, maka system penanggalan yang digunakan sekarang ini disebut penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li.
Dalam buku : A History of Chinese Philosophy, Fung Yu Lan menyebut ;
‘Confucius as a Creator Through Being a Transmiter’
(Nabi Kongcu sebagai seorang pencipta lewat karya meneruskan)
Makna filosofis Tahun Baru bagi umat Khonghucu
Berbicara mengenai makna Tahun Baru, apanya yang baru? Iman Khonghucu menegaskan: ‘Baru’ (新 - Xin) mempunyai demensi yang bisa berarti: ‘Awal atau Pada-mulanya’ bertujuan memperbaiki (memperbaharui), bermaksud selalu ‘Baharu’, dengan artian: agar ‘lebih baik dan lebih baik lagi’.
苟 日 新 , 日 日 新 , 又 日 新 .
“Bila suatu hari dapat membaharui diri,
perbaharuilah terus tiap hari dan jagalah agar baharu selama-lamanya!”
(大 學 - Thai Hak II: 1)
Dimanakah konteks relevansi akan nilai religi dalam setiap tahun baru?
Kalau dihubungkan dengan konsep imani ‘天 - Tian (Tuhan/Sang Khalik)’, ‘地 - Di (Bumi/Sarana)’ dan ‘人 - Ren (Manusia)’ dalam 儒 教 - Ru Jiao (agama Khonghucu), maka ada makna yang tersirat dalam hubungan ini;
Bukankah Dia sang khalik menjadi ‘終 始 - Zhong Shi’ (PrimaCausa-CausaFinalis) semesta dan turunannya berarti ada awal dan akhir? Dimana orang mau mengawali dan kapan akan mengakhiri? Ini semua berada pada ‘titik’ relatif imagi manusia.
Maka tahun baru, senantiasa berarti ‘KESEMPATAN BARU’ (新 的 機 會 - Xin De Ji Hui).
Bukankah bumi menjadi ‘sarana’ yang menyediakan semua? Hanya mungkin ada yang ‘salah’ dalam mengelolanya. Orang mau ‘mencari’ atau men ‘sia-sia’ kannya, Bumi tetap menyediakan Harapan bagi insan beriman.
Maka tahun baru, selalu merupakan ‘HARAPAN BARU’ (新 的 希 望 - Xin De Xi Wang).
Bukankah manusia adalah ciptaanNya, yang ter ‘mulia’, mengapa manusia tak berdaya- usaha dan ulet bekerja? manusia seharusnya dengan Iman dan Taqwa berupaya selaras (bahagia) didalam Jalan SuciNya (樂 天 - Le Tian).
Maka tahun baru, adalah sebuah ‘PERJUANGAN BARU’ (新 的 挑 戰 - Xin De Tiao Zhan).
天 - Tian; Tuhan/Sang Khalik memberi Kesempatan,
地 - Di; Bumi/Sarana menyediakan Harapan,
人 - Ren; Manusia harus Berusaha!
Dari uraian di atas, jelas dan tegaslah bahwa apa yang dimaksud dengan penyebutan ‘kaprah’ penanggalan Yinli/Imlek (陰 曆), yang benar dan seharusnya adalah disebut penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li. Dan itu bukan sekedar teradisi yang tanpa bersumber kepada Kitab Suci (Khonghucu) yang diwahyukan Tian, Tuhan Sang Khalik. Lebih-lebih dari anggapan sekedar sebagai ‘tahun baru nya kaum Tionghoa’ belaka, ataupun hanya suatu ‘perayaan’ yang diwujudkan dengan segala bentuk ‘eurofianya’. Melainkan memuat ‘Makna Suci’ sebagai ‘Panggilan Ibadah’ yang luhur dan mulia bagi umat yang mengimaninya, dan ini semua bukannya tanpa ‘apa’ dan ‘mengapa’ . . . Shanzai (善 哉) !
恭 賀 新 禧
Selamat Melaksanakan Ibadah Tahun Baru
(Kongzi li 2566)
宅天命, 作新民
Berada Dalam Firman Tian , Menjadi Rakyat Baharu
永言配命,自求多福
Perilaku Selalu Manunggal Firman , Menjadikan Diri Penuh Berkah
1. Apa makna tahun baru imlek 2015 bagi Khonghucu?
Makna Tahun Baru ‘Imlek’ bagi umat Khonghucu, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua aspek.
- Pertama aspek iman;
Terkait dengan ritual/persembahyangan sesuai yang dituntunkan didalam Kitab Suci, berikut ejawantah (kewajiban) dalam kehidupan sosialnya sebagai panggilan dari ibadahnya.
- Kedua aspek cultural-filosofis ;
Terkait dengan musim awal tanam (musim semi) dan spirit San Cai :
Tian, Tuhan sang Khalik memberi Kesempatan (baru)
Di, Bumi/sarana menyediakan Harapan (baru)
Ren, manusia memperjuangkan/usaha (baru)
2. Posisinya dengan makna tahun baru bagi warga Tionghoa?
Sejarah mencatat, Ru Jiao (agama Khonghucu) adalah agama yang paling tua (awal) di Tiongkok. Agama ini sangat mempengaruhi kehidupan rakyat Tiongkok dan diajarkan turun temurun (dalam keluarga) hingga sekarang. Ketika agama lain masuk Tiongkok, ajaran ini tetap membudaya dalam kehidupan sosial masyarakat Tionghoa sebagai etika moral (Khonghucu). Demikian pula halnya terkait ‘Tahun Baru’ Khonghucu, orang Tionghoa (apapun agamanya) masih ada ikatan batin, sehingga mereka tetap merayakannya sebagai budaya.
3. Biasanya apa yang dilakukan Matakin untuk merayakan imlek?
Matakin sebagai (satu-satunya) lembaga keagamaan Khonghucu yang menaungi umat Khonghucu di seluruh Indonesia, sejak zaman Presiden Abdulrahman Wahid (yang telah mengembalikan hak sipil umat Khonghucu, yakni mencabut Inpres no. 14 tahun 1967 dengan mengeluarkan Kepres no. 6 tahun 2000) hingga sekarang, setiap Tahun Baru ‘Imlek’ Matakin melaksanakan ritual peribadahan sekaligus perayaannya secara nasional.
4. Bagaimana sejarah imlek menurut Matakin?
Sejarah Tahun Baru ‘Imlek’, seperti yang diuraikan dalam ‘prolog’ adalah sesuatu yang merupakan Firman Tian melalui Nabi Khongcu. Bukan menurut Matakin atau menurut siapa (pun). Matakin hanya melakukan peng’lurus’an dari apa yang dipahami orang secara kaprah.
5. Bagaimana pendapat anda toleransi kerukunan beragama?
Dalam hal toleransi seperti yang dimaksud dalam pertanyaan diatas, seharusnya dipahami paling tidak dalam tiga aspek, yakni toleransi, solidaritas dan harmonis dalam satu pengertian yang utuh. Toleransi; menghargai/ menghormati eksistensi keberadaan pihak lain. Solidaritas, ada rasa tepasalira sehingga tidak melecehkan pihak lain, karena itu tentunya hal yang tidak diinginkan mengena pada dirinya, sebaliknya secara sadar membangun kebersamaan. Harmonis sebagai upaya mewujudkan ‘menerima’ perbedaan, tidak memaksa kehendak bahwa diri sendirilah yang paling ‘benar’.
6. Sejauh ini berapa jumlah penganut agama Khonghucu di Indonesia?
Pada masa Orde Baru, warga negara Indonesia yang beragama Khonghucu mengalami perlakuan yang sangat diskriminatif dan termarginalkan (dengan adanya Inpres no.14 tahun 1967). Baru pada era Gus Dur, umat Khonghucu sebagai warga negara mendapat perlakuan yang setara dengan saudara-saudaranya yang lain sebagai sesama anak bangsa. (dengan terbitnya Kepres no. 6 tahun 2000). Setelah lebih dari tiga dasawarsa mengalami masa sulit, oleh situasi dan kondisi yang ada, umat Khonghucu ‘harus’ mengisi kolom agama pada KTP nya dengan agama lain, menikah secara Khonghucu tidak bisa dicatatkan pada catatan sipil, peserta didik tidak bisa mengikuti pelajaran agama sesuai imannya. Maka ketika sekarang ditanya berapa jumlah umat khonghucu di Indonesia? tidak ada data yang valid untuk bisa menjawabnya. Data KTP yang beragama Khonghucu, tidak menunjukkan jumlah riil yang ada (masih banyak masalah di lapangan yang belum bisa diselesaikan secara tuntas).
7. Apakah Matakin sudah ada di setiap Kabupaten? Kota di Indonesia?
Dengan kondisi yang ada (sebagai akibat kebijakan politis pemerintahan), perkembangan Matakin masih memperlukan perjuangan keras. Jangankan ada di setiap kota/kabupaten, bahkan tidak di semua provinsi ada.
8. Jika belum ada di Sumsel?
Di Sumsel belum ada.
9. Apakah ada rencana membentuk Matakin di Sumsel?
Ini menyangkut pelayanan dan pembinaan umat. Jadi bukan masalah rencana, sudah menjadi kewajiban Matakin untuk melayani dan membina umat Khonghucu di Indonesia, hanya dalam realisasinya tentu banyak faktor yang menjadi kendala dan ini yang harus dicari solusinya.
10. Apa anjuran dan bagaimana pembinaannya?
Anjuran dari Matakin, yang paling mendasar adalah bagaimana umat Khonghucu sebagai anak bangsa bisa menunjukkan identitas dirinya sebagai warga Negara Indonesia yang berimankan Khonghucu. Pembinaannya, secara internal membangun karakter umat Khonghucu yang Junzi. Tidak hanya taat dalam ritualnya saja, melainkan nyata-nyata bisa memberi kontribusi positif pada lingkungannya baik selaku pribadi, keluarga maupun sebagai bagian dari masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai ejawantah ke’manusia’annya.
11. Bagaimana sumbangsih dari pemerintah pusat dan Pemerintah daerah?
Sejak keluarnya Kepres no.6 tahun 2000, pemerintah sudah menunjukkan ‘good will’ dengan segala dinamikanya.
12. Apa yang kurang dan apa yang lebih?
Kurang dan lebih adalah sesuatu yang sangat relative, karena kepentingan dan kebutuhan yang berbeda. Yang pasti ada beberapa hal yang persepsinya belum sama.
13. Bagaimana kerja sama dengan agama lain gimana? Bentuknya?
Kerjasama dengan agama lain, lebih pada kegiatan kemanusiaan secara umum, dan beberapa kegiatan sebagai kepedulian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bentuknya bisa secara fisik di lapangan, maupun dukungan moril baik dalam ‘testemoni bersama’ maupun kajian-kajian melalui seminar dan sebagainya.
14. Bagaimana tanggapan dengan pihak yang masih belum percaya Khonghucu itu agama?
Tidak ada satu pihakpun (bahkan pemerintah) yang berhak menilai sesuatu itu agama atau bukan. Agama diimani oleh umatnya, bukan orang lain. Maka anggapan Khonghucu itu bukan agama berpulang pada kedewasaan berpikir dari yang bersangkutan.
15. Banyakkah penganut Khonghucu dari luar warga Keturunan ?
Agama diturunkan Tian untuk insan ciptaanNya, bukan untuk kelompok/ bangsa tertentu. Untuk mengimani suatu agama, tidak ada larangan juga tidak bisa dipaksakan. Siapapun mempunyai hak mengimani agama Khonghucu. Agama Khonghucu dianut oleh berbagai bangsa, keturunan (Tionghoa) atau bukan. Di Indonesia, agama Khonghucu bukan hanya milik warga keturunan (Tionghoa) saja, melainkan juga dianut oleh warga yang lain, bahkan rohaniwannyapun bukan hanya dari warga keturunan (Tionghoa) saja.
Sumber: Wakil Ketua Umum MATAKIN Pusat Bratayana Ongkowijaya
(Romy)
帝 曰 : 咨 ,汝 羲 暨 和 !
朞 三 百 有 六 旬 有 六 日 ,以 閏 月 ,定 四 時 成 歲 。
允 釐 百 工 ,庶 績 咸 熙 。
Baginda (Yao) bersabda, “O ! kamu, Xi dan He, camkan, setahun itu ada 366 hari”;
Dengan mengingat adanya bulan kabisat, tetapkanlah ke empat musim dalam setahun.
Aturlah beratus pekerja itu sehingga semua pekerjaan sepanjang tahun terselenggara baik.
(唐 書 - 堯 典 ; Tang Shu - Yao Dian)
Penyebutan penanggalan Yinli/Imlek (陰 曆) untuk penanggalan Khonghucu, sebenarnya salah kaprah. Karena Yinli/Imlek (陰 曆) menunjuk pada Lunar system sedang untuk Solar system disebut Yangli/Yanglek (陽 曆), maka untuk penyebutan penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li yang merupakan gabungan dari lunar system dengan Solar system (Luni-solar system) seharusnya Yinyangli/Imyanglek (陰 陽 曆).
Kenapa disebut penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li?
System penanggalan ini mempunyai sejarah yang panjang dan unik, sejak pertama kali dibuat (era黃 帝 - Huang Di; 2698 s.M - 2598 s.M), penentuan Tahun Baru nya mengalami perubahan dari satu dinasti ke dinasti yang lain.
Nabi Khongcu (孔 子 ; 551 s.M - 479 s.M) yang hidup pada zaman 春 秋 - Chun Qiu akhir era dinasti周 - Zhou (1122 s.M - 255 s.M), menyerukan untuk menggunakan penanggalan dinasti 夏 - Xia (2205 s.M - 1766 s.M) karena Nabi Khongcu melihat bahwa penentuan Tahun Baru seyogyanya dikaitkan dengan ketepatan perhitungan musim yang juga merupakan aspek kultural-filosofis dimana akan memudahkan rakyat dalam bercocok-tanam, hal ini mengingat pula begitu pentingnya aspek ketepatan musim tanam, diawal musim semi bagi masyarakat agraris, yang menumpukan hidupnya dengan bersawah-ladang, yang mana hasilnya untuk memenuhi kebutuhan pokok umat manusia. Mereka adalah rakyat berbagai bangsa, berabad-abad sehingga sekarang. Inilah Wahyu Tian (天 賜 - Tian Ci) yang diturunkan bagi kesejahteraan insan ciptaanNya melalui Nabi Khongcu!
子 曰 :行 夏 之 時 。
Nabi (Khongcu) bersabda : “Pakailah penanggalan Dinasti Xia.”
(論 語 - Lun Yu XV: 11)
Pada saat itu, penguasa belum/tidak memperhatikan sabda Nabi Khongcu tersebut (hanya raja yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan system penanggalan dengan Tahun Baru nya). Namun Tian berkehendak lain, pada zaman dinasti 漢 - Han, raja ke VI; 漢 武 帝 - Han Wu Di, pada tahun 104 s.M, mencanangkan penggunaan system penanggalan seperti yang di sabdakan Nabi Khongcu. Dan awal tahunnya ditentukan dengan menggunakan tahun kelahiran Nabi Khongcu (551 s.M). Itulah sebabnya perhitungan penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li, kini menunjuk angka 2566 tahun (551 s.M + 2015 M). Sejak itu, penggunaan system penanggalan ini sampai sekarang tidak pernah berubah lagi. Seandainya漢 武 帝 - Han Wu Di tidak mencanangkan system penanggalan seperti yang di-sabda-kan Nabi Khongcu, maka orang tidak akan pernah tahu apa yang terjadi (menggunakan system yang mana dan kapan penentuan tahun barunya). Karena orang menggunakan system penanggalan seperti yang dicanangkan oleh 漢 武 帝 - Han Wu Di yang menyumber dari sabda Nabi Khongcu, maka system penanggalan yang digunakan sekarang ini disebut penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li.
Dalam buku : A History of Chinese Philosophy, Fung Yu Lan menyebut ;
‘Confucius as a Creator Through Being a Transmiter’
(Nabi Kongcu sebagai seorang pencipta lewat karya meneruskan)
Makna filosofis Tahun Baru bagi umat Khonghucu
Berbicara mengenai makna Tahun Baru, apanya yang baru? Iman Khonghucu menegaskan: ‘Baru’ (新 - Xin) mempunyai demensi yang bisa berarti: ‘Awal atau Pada-mulanya’ bertujuan memperbaiki (memperbaharui), bermaksud selalu ‘Baharu’, dengan artian: agar ‘lebih baik dan lebih baik lagi’.
苟 日 新 , 日 日 新 , 又 日 新 .
“Bila suatu hari dapat membaharui diri,
perbaharuilah terus tiap hari dan jagalah agar baharu selama-lamanya!”
(大 學 - Thai Hak II: 1)
Dimanakah konteks relevansi akan nilai religi dalam setiap tahun baru?
Kalau dihubungkan dengan konsep imani ‘天 - Tian (Tuhan/Sang Khalik)’, ‘地 - Di (Bumi/Sarana)’ dan ‘人 - Ren (Manusia)’ dalam 儒 教 - Ru Jiao (agama Khonghucu), maka ada makna yang tersirat dalam hubungan ini;
Bukankah Dia sang khalik menjadi ‘終 始 - Zhong Shi’ (PrimaCausa-CausaFinalis) semesta dan turunannya berarti ada awal dan akhir? Dimana orang mau mengawali dan kapan akan mengakhiri? Ini semua berada pada ‘titik’ relatif imagi manusia.
Maka tahun baru, senantiasa berarti ‘KESEMPATAN BARU’ (新 的 機 會 - Xin De Ji Hui).
Bukankah bumi menjadi ‘sarana’ yang menyediakan semua? Hanya mungkin ada yang ‘salah’ dalam mengelolanya. Orang mau ‘mencari’ atau men ‘sia-sia’ kannya, Bumi tetap menyediakan Harapan bagi insan beriman.
Maka tahun baru, selalu merupakan ‘HARAPAN BARU’ (新 的 希 望 - Xin De Xi Wang).
Bukankah manusia adalah ciptaanNya, yang ter ‘mulia’, mengapa manusia tak berdaya- usaha dan ulet bekerja? manusia seharusnya dengan Iman dan Taqwa berupaya selaras (bahagia) didalam Jalan SuciNya (樂 天 - Le Tian).
Maka tahun baru, adalah sebuah ‘PERJUANGAN BARU’ (新 的 挑 戰 - Xin De Tiao Zhan).
天 - Tian; Tuhan/Sang Khalik memberi Kesempatan,
地 - Di; Bumi/Sarana menyediakan Harapan,
人 - Ren; Manusia harus Berusaha!
Dari uraian di atas, jelas dan tegaslah bahwa apa yang dimaksud dengan penyebutan ‘kaprah’ penanggalan Yinli/Imlek (陰 曆), yang benar dan seharusnya adalah disebut penanggalan Khonghucu, 孔 子 曆 - Kongzi li. Dan itu bukan sekedar teradisi yang tanpa bersumber kepada Kitab Suci (Khonghucu) yang diwahyukan Tian, Tuhan Sang Khalik. Lebih-lebih dari anggapan sekedar sebagai ‘tahun baru nya kaum Tionghoa’ belaka, ataupun hanya suatu ‘perayaan’ yang diwujudkan dengan segala bentuk ‘eurofianya’. Melainkan memuat ‘Makna Suci’ sebagai ‘Panggilan Ibadah’ yang luhur dan mulia bagi umat yang mengimaninya, dan ini semua bukannya tanpa ‘apa’ dan ‘mengapa’ . . . Shanzai (善 哉) !
恭 賀 新 禧
Selamat Melaksanakan Ibadah Tahun Baru
(Kongzi li 2566)
宅天命, 作新民
Berada Dalam Firman Tian , Menjadi Rakyat Baharu
永言配命,自求多福
Perilaku Selalu Manunggal Firman , Menjadikan Diri Penuh Berkah
1. Apa makna tahun baru imlek 2015 bagi Khonghucu?
Makna Tahun Baru ‘Imlek’ bagi umat Khonghucu, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua aspek.
- Pertama aspek iman;
Terkait dengan ritual/persembahyangan sesuai yang dituntunkan didalam Kitab Suci, berikut ejawantah (kewajiban) dalam kehidupan sosialnya sebagai panggilan dari ibadahnya.
- Kedua aspek cultural-filosofis ;
Terkait dengan musim awal tanam (musim semi) dan spirit San Cai :
Tian, Tuhan sang Khalik memberi Kesempatan (baru)
Di, Bumi/sarana menyediakan Harapan (baru)
Ren, manusia memperjuangkan/usaha (baru)
2. Posisinya dengan makna tahun baru bagi warga Tionghoa?
Sejarah mencatat, Ru Jiao (agama Khonghucu) adalah agama yang paling tua (awal) di Tiongkok. Agama ini sangat mempengaruhi kehidupan rakyat Tiongkok dan diajarkan turun temurun (dalam keluarga) hingga sekarang. Ketika agama lain masuk Tiongkok, ajaran ini tetap membudaya dalam kehidupan sosial masyarakat Tionghoa sebagai etika moral (Khonghucu). Demikian pula halnya terkait ‘Tahun Baru’ Khonghucu, orang Tionghoa (apapun agamanya) masih ada ikatan batin, sehingga mereka tetap merayakannya sebagai budaya.
3. Biasanya apa yang dilakukan Matakin untuk merayakan imlek?
Matakin sebagai (satu-satunya) lembaga keagamaan Khonghucu yang menaungi umat Khonghucu di seluruh Indonesia, sejak zaman Presiden Abdulrahman Wahid (yang telah mengembalikan hak sipil umat Khonghucu, yakni mencabut Inpres no. 14 tahun 1967 dengan mengeluarkan Kepres no. 6 tahun 2000) hingga sekarang, setiap Tahun Baru ‘Imlek’ Matakin melaksanakan ritual peribadahan sekaligus perayaannya secara nasional.
4. Bagaimana sejarah imlek menurut Matakin?
Sejarah Tahun Baru ‘Imlek’, seperti yang diuraikan dalam ‘prolog’ adalah sesuatu yang merupakan Firman Tian melalui Nabi Khongcu. Bukan menurut Matakin atau menurut siapa (pun). Matakin hanya melakukan peng’lurus’an dari apa yang dipahami orang secara kaprah.
5. Bagaimana pendapat anda toleransi kerukunan beragama?
Dalam hal toleransi seperti yang dimaksud dalam pertanyaan diatas, seharusnya dipahami paling tidak dalam tiga aspek, yakni toleransi, solidaritas dan harmonis dalam satu pengertian yang utuh. Toleransi; menghargai/ menghormati eksistensi keberadaan pihak lain. Solidaritas, ada rasa tepasalira sehingga tidak melecehkan pihak lain, karena itu tentunya hal yang tidak diinginkan mengena pada dirinya, sebaliknya secara sadar membangun kebersamaan. Harmonis sebagai upaya mewujudkan ‘menerima’ perbedaan, tidak memaksa kehendak bahwa diri sendirilah yang paling ‘benar’.
6. Sejauh ini berapa jumlah penganut agama Khonghucu di Indonesia?
Pada masa Orde Baru, warga negara Indonesia yang beragama Khonghucu mengalami perlakuan yang sangat diskriminatif dan termarginalkan (dengan adanya Inpres no.14 tahun 1967). Baru pada era Gus Dur, umat Khonghucu sebagai warga negara mendapat perlakuan yang setara dengan saudara-saudaranya yang lain sebagai sesama anak bangsa. (dengan terbitnya Kepres no. 6 tahun 2000). Setelah lebih dari tiga dasawarsa mengalami masa sulit, oleh situasi dan kondisi yang ada, umat Khonghucu ‘harus’ mengisi kolom agama pada KTP nya dengan agama lain, menikah secara Khonghucu tidak bisa dicatatkan pada catatan sipil, peserta didik tidak bisa mengikuti pelajaran agama sesuai imannya. Maka ketika sekarang ditanya berapa jumlah umat khonghucu di Indonesia? tidak ada data yang valid untuk bisa menjawabnya. Data KTP yang beragama Khonghucu, tidak menunjukkan jumlah riil yang ada (masih banyak masalah di lapangan yang belum bisa diselesaikan secara tuntas).
7. Apakah Matakin sudah ada di setiap Kabupaten? Kota di Indonesia?
Dengan kondisi yang ada (sebagai akibat kebijakan politis pemerintahan), perkembangan Matakin masih memperlukan perjuangan keras. Jangankan ada di setiap kota/kabupaten, bahkan tidak di semua provinsi ada.
8. Jika belum ada di Sumsel?
Di Sumsel belum ada.
9. Apakah ada rencana membentuk Matakin di Sumsel?
Ini menyangkut pelayanan dan pembinaan umat. Jadi bukan masalah rencana, sudah menjadi kewajiban Matakin untuk melayani dan membina umat Khonghucu di Indonesia, hanya dalam realisasinya tentu banyak faktor yang menjadi kendala dan ini yang harus dicari solusinya.
10. Apa anjuran dan bagaimana pembinaannya?
Anjuran dari Matakin, yang paling mendasar adalah bagaimana umat Khonghucu sebagai anak bangsa bisa menunjukkan identitas dirinya sebagai warga Negara Indonesia yang berimankan Khonghucu. Pembinaannya, secara internal membangun karakter umat Khonghucu yang Junzi. Tidak hanya taat dalam ritualnya saja, melainkan nyata-nyata bisa memberi kontribusi positif pada lingkungannya baik selaku pribadi, keluarga maupun sebagai bagian dari masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai ejawantah ke’manusia’annya.
11. Bagaimana sumbangsih dari pemerintah pusat dan Pemerintah daerah?
Sejak keluarnya Kepres no.6 tahun 2000, pemerintah sudah menunjukkan ‘good will’ dengan segala dinamikanya.
12. Apa yang kurang dan apa yang lebih?
Kurang dan lebih adalah sesuatu yang sangat relative, karena kepentingan dan kebutuhan yang berbeda. Yang pasti ada beberapa hal yang persepsinya belum sama.
13. Bagaimana kerja sama dengan agama lain gimana? Bentuknya?
Kerjasama dengan agama lain, lebih pada kegiatan kemanusiaan secara umum, dan beberapa kegiatan sebagai kepedulian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bentuknya bisa secara fisik di lapangan, maupun dukungan moril baik dalam ‘testemoni bersama’ maupun kajian-kajian melalui seminar dan sebagainya.
14. Bagaimana tanggapan dengan pihak yang masih belum percaya Khonghucu itu agama?
Tidak ada satu pihakpun (bahkan pemerintah) yang berhak menilai sesuatu itu agama atau bukan. Agama diimani oleh umatnya, bukan orang lain. Maka anggapan Khonghucu itu bukan agama berpulang pada kedewasaan berpikir dari yang bersangkutan.
15. Banyakkah penganut Khonghucu dari luar warga Keturunan ?
Agama diturunkan Tian untuk insan ciptaanNya, bukan untuk kelompok/ bangsa tertentu. Untuk mengimani suatu agama, tidak ada larangan juga tidak bisa dipaksakan. Siapapun mempunyai hak mengimani agama Khonghucu. Agama Khonghucu dianut oleh berbagai bangsa, keturunan (Tionghoa) atau bukan. Di Indonesia, agama Khonghucu bukan hanya milik warga keturunan (Tionghoa) saja, melainkan juga dianut oleh warga yang lain, bahkan rohaniwannyapun bukan hanya dari warga keturunan (Tionghoa) saja.
Sumber: Wakil Ketua Umum MATAKIN Pusat Bratayana Ongkowijaya
(Romy)
Subscribe to:
Posts (Atom)