JAMBI – Hari ini (5/4) keluarga besar Robin mendatangi pemakaman leluhur mereka untuk sembahyang Ceng Beng (清明) atau penghormatan kepada leluhur (orangtua/ kakek) mereka yang dimakam di Taman Pemakaman Tionghoa Pondok Meja Jambi (占碑华人義山), kilometer 12, Kecamatan Pondok Meja, Kabupaten Muaro Jambi, Ceng Beng tahun ini jatuh pada tanggal 4 April 2017 (Sa Gwee Ciu Pwe Kongzeli), mereka datang dengan membawa berbagai perlengkapan sembahyang maupun aneka sesajian kesukaan orangtua [Lihat Album: Ziarah Makam Leluhur].
Showing posts with label 清明. Show all posts
Showing posts with label 清明. Show all posts
05 April 2017
Pengusaha Dok Kapal Ziarah Makam Leluhur
JAMBI – Hari ini (5/4) keluarga besar Robin mendatangi pemakaman leluhur mereka untuk sembahyang Ceng Beng (清明) atau penghormatan kepada leluhur (orangtua/ kakek) mereka yang dimakam di Taman Pemakaman Tionghoa Pondok Meja Jambi (占碑华人義山), kilometer 12, Kecamatan Pondok Meja, Kabupaten Muaro Jambi, Ceng Beng tahun ini jatuh pada tanggal 4 April 2017 (Sa Gwee Ciu Pwe Kongzeli), mereka datang dengan membawa berbagai perlengkapan sembahyang maupun aneka sesajian kesukaan orangtua [Lihat Album: Ziarah Makam Leluhur].
Keluarga Besar Sukirman Johon Ziarah Makam Leluhur
JAMBI – Hari ini ratusan warga Tionghoa sejak pagi hari telah memadati pekuburan di kilometer 7 yang berlokasi di Jalan Kapten Pattimura, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru, mereka datang bersama keluarga untuk sembahyang Cheng Beng yang tahun ini jatuh pada tanggal 4 April 2017, mereka datang dengan membawa berbagai perlengkapan sembahyang maupun aneka sesajian kesukaan orangtua (leluhur).
Indonesia lebih dikenal sebagai Ceng Beng (bahasa Hokkien) adalah agenda tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang atau ziarah ke kuburan orangtua maupun leluhur sesuai dengan agama masing.
Seperti keluarga besar Sukirman Johan, sejak pagi hari telah datang bersama ibundanya, istri dan saudara-saudaranya, mereka datang ke makam orangtuanya untuk melakukan sembahyang Ceng Beng (Ziarah), sebelum prosesi Ceng Beng dilakukan, terlebih dahulu mereka bersih-bersihkan nisan dan pelataran makam, ada yang diatas makam diletakkan kertas sembahyang jenis perak (gin cua) dan emas (kim cua) maupun kertas kuning kecil memanjang, selanjutnya disekeliling makam dikasih bunga-bunga segar yang sengaja di bawa oleh ibunda Sukirman Johan.
Sebelum Sukirman Johan sembahyangi orangtuanya, terlebih dahulu ibunda Sukirman melakukan sembahyang di depan nisan suaminya (ayah Sukirman Johan, Tju Bun Cheng), sehabis itu, baru Sukirman Johan bersama istri dan kakak-kakanya lakukan sembahyang bersama. Diatas meja nisan tersedia berbagai sesajian kesukaan almarhum Tju Bun Cheng (orangtua Sukirman Johan).
Menurut Sukirman Johon, sembahyang kubur merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur. “Setiap tahun, kita sekeluarga melakukan sembahyang di makam orangtua”, ungkapnya, Selasa (4/4).
Selanjutnya tambah Sukirman Johan, “Sebagai seorang anak, kita mempunyai kewajiban untuk memberikan penghormatan kepada orangtua (leluhur) kita yang telah mendahului kita,” bagaimanapun tanpa adanya mereka (orangtua) mustahir kita bisa ada di dunia ini, maka kita pergunakan waktu Ceng Beng untuk berziarah.
Ceng Beng bagi masyarakat Tionghoa, adalah penghormatan kepada orangtua, baik kepada yang masih hidup maupun kepada yang sudah meninggal dunia, ini merupakan sebuah kebudayaan sejak jaman dahulu kala. Relasi antar manusia dalam tradisi Tionghoa tidak akan hilang begitu saja, meskipun kematian telah memisahkan orang dari kehidupan di dunia ini. Karena itu tidak heran kalau dalam setiap keluarga penghormatan kepada leluhur menjadi bagian penting dalam kehidupan bersama.
Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)* https://www.facebook.com/makinjambi
Seperti keluarga besar Sukirman Johan, sejak pagi hari telah datang bersama ibundanya, istri dan saudara-saudaranya, mereka datang ke makam orangtuanya untuk melakukan sembahyang Ceng Beng (Ziarah), sebelum prosesi Ceng Beng dilakukan, terlebih dahulu mereka bersih-bersihkan nisan dan pelataran makam, ada yang diatas makam diletakkan kertas sembahyang jenis perak (gin cua) dan emas (kim cua) maupun kertas kuning kecil memanjang, selanjutnya disekeliling makam dikasih bunga-bunga segar yang sengaja di bawa oleh ibunda Sukirman Johan.
Sebelum Sukirman Johan sembahyangi orangtuanya, terlebih dahulu ibunda Sukirman melakukan sembahyang di depan nisan suaminya (ayah Sukirman Johan, Tju Bun Cheng), sehabis itu, baru Sukirman Johan bersama istri dan kakak-kakanya lakukan sembahyang bersama. Diatas meja nisan tersedia berbagai sesajian kesukaan almarhum Tju Bun Cheng (orangtua Sukirman Johan).
Menurut Sukirman Johon, sembahyang kubur merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur. “Setiap tahun, kita sekeluarga melakukan sembahyang di makam orangtua”, ungkapnya, Selasa (4/4).
Selanjutnya tambah Sukirman Johan, “Sebagai seorang anak, kita mempunyai kewajiban untuk memberikan penghormatan kepada orangtua (leluhur) kita yang telah mendahului kita,” bagaimanapun tanpa adanya mereka (orangtua) mustahir kita bisa ada di dunia ini, maka kita pergunakan waktu Ceng Beng untuk berziarah.
Ceng Beng bagi masyarakat Tionghoa, adalah penghormatan kepada orangtua, baik kepada yang masih hidup maupun kepada yang sudah meninggal dunia, ini merupakan sebuah kebudayaan sejak jaman dahulu kala. Relasi antar manusia dalam tradisi Tionghoa tidak akan hilang begitu saja, meskipun kematian telah memisahkan orang dari kehidupan di dunia ini. Karena itu tidak heran kalau dalam setiap keluarga penghormatan kepada leluhur menjadi bagian penting dalam kehidupan bersama.
Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)* https://www.facebook.com/makinjambi
占碑华人清明节祭祖 缅怀祖先恩德
清明节是华人祭拜祖先的传统节日,几千年来都是如此。
清明时日缅怀祖先祭祖,是使您不能忘掉祖先,不能忘掉您的根,虽然炎黄子孙一居住在海外,已落地生根,但您的主根发源地,不能给忘掉。不拿香的人,也可以花代替敬仰祖先先辈或已过世的父母。
占碑人是非常注重华人传统节日的,每在清明节到来的前后,各地的游子都会返乡,到先人墓地扫墓祭拜。在占碑城里,可见到挤满人群在美食摊里侯着,品尝占碑的肉面及其他菜肴。
4月2日上午,占碑的墓园地有在7公里处Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru在墓园地可见到人们在祭祖情形。墓地上置放的冥纸可见,充着清明节的氛围。关注慕亚拉占碑佛寺协会(The Somt))创始人之一蔡邦胜居士,于当日携家人在墓地祭拜先人缅怀祖先,他表示,来祭拜的 各地的游子,乍看起来就有花甲至年龄了,这可看出父母辈教导有方,提倡了儒家孝道精神,我们呀发扬下去敬老尊贤的精神。
本报记者明光报道/
Romy供图
http://www.guojiribao.com/shtml/gjrb/20170405/313191.shtml* https://www.facebook.com/makinjambi
清明时日缅怀祖先祭祖,是使您不能忘掉祖先,不能忘掉您的根,虽然炎黄子孙一居住在海外,已落地生根,但您的主根发源地,不能给忘掉。不拿香的人,也可以花代替敬仰祖先先辈或已过世的父母。
占碑人是非常注重华人传统节日的,每在清明节到来的前后,各地的游子都会返乡,到先人墓地扫墓祭拜。在占碑城里,可见到挤满人群在美食摊里侯着,品尝占碑的肉面及其他菜肴。
4月2日上午,占碑的墓园地有在7公里处Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru在墓园地可见到人们在祭祖情形。墓地上置放的冥纸可见,充着清明节的氛围。关注慕亚拉占碑佛寺协会(The Somt))创始人之一蔡邦胜居士,于当日携家人在墓地祭拜先人缅怀祖先,他表示,来祭拜的 各地的游子,乍看起来就有花甲至年龄了,这可看出父母辈教导有方,提倡了儒家孝道精神,我们呀发扬下去敬老尊贤的精神。
本报记者明光报道/
Romy供图
http://www.guojiribao.com/shtml/gjrb/20170405/313191.shtml* https://www.facebook.com/makinjambi
29 March 2017
Zikif Effendy Lie Bersaudara Lebih Awal Ziarah Makam Leluhur
JAMBI – Keluarga Besar Zikif Effendy Lie (Bakko) lebih awal melakukan ziarah kuburan (27/3-2017) di Taman Pemakaman Tionghoa Pondok Meja Jambi (占碑华人義山), kakak beradik ada yang datang dari Singapura, Jakarta, Batam dan Jambi. Selain bersih-bersih makam orangtua mereka Lie Tiong Lam (李中南), selaku kakak sulung Zikif Effendy Lie (李鴻章) juga mewakili keluarga lakukan ziarah ke makam leluhur yang di makamkan di kilo meter 7 dibilangan Jalan Kapten Pattimura, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru, Kota Jambi.
Mereka datang bersama keluarga untuk sembahyang Ceng Beng (清明)atau penghormatan kepada orangtua dan leluhur yang tahun ini jatuh pada tanggal 4 April 2017 (Sa Gwee Jui Pwe lunar kalender). Mereka datang dengan membawa berbagai perlengkapan sembahyang maupun aneka sesajian kesukaan orangtua/ leluhur.
Di Indonesia lebih dikenal sebagai Ceng Beng (bahasa Hokkien) merupakan agenda tahunan masyarakat Tionghoa untuk bersembahyang atau berziarah ke kuburan orangtua maupun leluhur sesuai dengan agama masing - masing.
“Mereka mengirimkan berbagai kebutuhan orangtua (leluhur) kita yang berada dialam baka, disana mereka juga memerlukan apa yang kita pakai sehari-hari di alam dunia”.
Menurutt Zikif Effendy Lie yang lebih dikenal dengan panggilan Bakko, mengatakan sebagai anak, kita memiliki kewajiban untuk memberi hormat kepada orangtua maupun kepada leluhur yang telah wafat dengan cara menyembahyangi mereka baik ziarah ke makam maupun di rumah (altar leluhur), imbuhnya.
Ceng Beng bagi masyarakat Tionghoa, adalah penghormatan kepada orangtua, baik kepada yang masih hidup maupun kepada yang sudah meninggal dunia, ini merupakan sebuah kebudayaan sejak jaman dahulu kala. Relasi antar manusia dalam tradisi Tionghoa tidak akan hilang begitu saja, meskipun kematian telah memisahkan orang dari kehidupan di dunia ini. Karena itu tidak heran kalau dalam setiap keluarga penghormatan kepada leluhur menjadi bagian penting dalam kehidupan bersama.
Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)
Di Indonesia lebih dikenal sebagai Ceng Beng (bahasa Hokkien) merupakan agenda tahunan masyarakat Tionghoa untuk bersembahyang atau berziarah ke kuburan orangtua maupun leluhur sesuai dengan agama masing - masing.
“Mereka mengirimkan berbagai kebutuhan orangtua (leluhur) kita yang berada dialam baka, disana mereka juga memerlukan apa yang kita pakai sehari-hari di alam dunia”.
Menurutt Zikif Effendy Lie yang lebih dikenal dengan panggilan Bakko, mengatakan sebagai anak, kita memiliki kewajiban untuk memberi hormat kepada orangtua maupun kepada leluhur yang telah wafat dengan cara menyembahyangi mereka baik ziarah ke makam maupun di rumah (altar leluhur), imbuhnya.
Ceng Beng bagi masyarakat Tionghoa, adalah penghormatan kepada orangtua, baik kepada yang masih hidup maupun kepada yang sudah meninggal dunia, ini merupakan sebuah kebudayaan sejak jaman dahulu kala. Relasi antar manusia dalam tradisi Tionghoa tidak akan hilang begitu saja, meskipun kematian telah memisahkan orang dari kehidupan di dunia ini. Karena itu tidak heran kalau dalam setiap keluarga penghormatan kepada leluhur menjadi bagian penting dalam kehidupan bersama.
Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)
07 April 2016
祭拜祖先 连根养根 根深叶茂
清明节是华人祭拜祖先的传统节日,几千年来都是如此。
清明时日缅怀祖先祭祖,是使您不能忘掉祖先,不能忘掉您的根,虽然炎黄子孙一居住在海外,已落地生根,但您的主根发源地,不能给忘掉。不拿香的人,也可以花代替敬仰祖先先辈或已过世的父母。
占碑人是非常注重华人传统节日的,每在清明节到来之时,各地的游子都会返乡,到先人墓地扫墓祭拜。在占碑城里,可见到挤满人群在美食摊里侯着,品尝占碑的肉面及其他菜肴。
来祭拜的 各地的游子,乍看起来就有花甲至年龄了,这可看出父母辈教导有方,提倡了儒家孝道精神。可惜的是年轻人就少了些,主要可能是洋化了,或父母辈教导无方而变成不注重这传统节日了。
占碑的墓园地有在7公里处 Kelurahan Rawasari, Keca-matan
Kotabaru, 由Sentosa基金会经管,12公里处,在Pondok
Meja乡,
Kecamatan 幕阿啦占碑县,由占碑安溪公会经管。管理的有方,墓地杂草已根除,让人出入方便祭拜,只要付一次清洁费,其他杂费就免。在墓园地可见到人们在祭祖情形。墓地上置放的冥纸可见,充着清明节的氛围。
Romy图/明光文
http://www.guojiribao.com/shtml/gjrb/20160407/261995.shtml
* www.ayojambi.com/04 April 2016
Ribuan Warga Tionghoa Ziarah Ke Makam Leluhur
JAMBI, ayojambi.com - Sejak pukul 05.00 subuh, ribuan warga Tionghoa Jambi melaksanakan perayaan Ceng Beng (Ziarah) 占碑华人清明 ke makam orangtua, keluarga maupun leluhur mereka. puncak perayaan Ceng Beng (Ziarah) setiap tahun jatuh pada tanggal 4 atau 5 April [Lihat Gambar Ceng Beng di Jambi].
Di Jambi terdapat dua lokasi tempat pemakaman masyarakat Tionghoa, pertama Jalan Kapten Pattimura KM 7, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru, kota Jambi dan Taman Pemakaman Tionghoa Pondok Meja Jambi 占碑華人義山, KM 12, Desa Pondok Meja, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muara Jambi. Pemakaman di KM 7 dikelola oleh Yayasan Kesejahteraan Sentosa (YKS) Jambi, sedangkan di KM 12 dikelola oleh Perkumpulan Aneka Kesejahteraan (ANKE) Jambi 占碑安溪公会.
Perayaan Ceng Beng adalah untuk membersihkan makam orangtua, sanak famili maupun leluhur, agar para arwah orangtua, keluarga, maupun leluhur yang telah wafat dapat merasa tentram ditempat peristirahatan terakhir. Warga yang berziarah berdoa dihadapan nisan orangtua/ leluhur mereka sesuai agama kepercayaan serta sesuai dengan tata cara masing-masing. Diatas makam diletakkan kertas kuning kecil memanjang, maupun perlengkapan sehari hari seperti pakaian, minuman, rokok (bagi keluarga laki-laki), uang yang semuanya terbuat dari kertas selain itu juga terdapat berbagai sesajian diantaranya kue merah, bakpao, ikan, daging dan buah-buahan, ada juga yang menyediakan makanan kesukaan orangtua/ leluhur mereka.
Dalam perayaan Ceng Beng, di Taman Pemakaman Tionghoa Pondok Meja Jambi KM 12 lebih tertib dan teratur dari pada di Pemakaman KM 7, karena pemakaman yang dikelola oleh Perkumpulan Aneka Kesejahteraan (ANKE) Jambi 占碑安溪公会.
Menurut penuturan ketua Perkumpulan Aneka Kesejahteraan (ANKE) Jambi 占碑安溪公会 Jambi Alex Sujanto 胡玉志主席, warga yang datang Ceng Beng cukup bayar uang pembersihan makam, tidak ada pungutan uang parkir maupun yang minta-minta uang kepada penziarah “Yang boleh masuk ke pemakaman hanya untuk yang berziarah”. Pungkas Alex yang tidak lain adalah ketua Kelenteng Gi Hong Tong (Romy)
* www.ayojambi.com/
Perayaan Ceng Beng adalah untuk membersihkan makam orangtua, sanak famili maupun leluhur, agar para arwah orangtua, keluarga, maupun leluhur yang telah wafat dapat merasa tentram ditempat peristirahatan terakhir. Warga yang berziarah berdoa dihadapan nisan orangtua/ leluhur mereka sesuai agama kepercayaan serta sesuai dengan tata cara masing-masing. Diatas makam diletakkan kertas kuning kecil memanjang, maupun perlengkapan sehari hari seperti pakaian, minuman, rokok (bagi keluarga laki-laki), uang yang semuanya terbuat dari kertas selain itu juga terdapat berbagai sesajian diantaranya kue merah, bakpao, ikan, daging dan buah-buahan, ada juga yang menyediakan makanan kesukaan orangtua/ leluhur mereka.
Dalam perayaan Ceng Beng, di Taman Pemakaman Tionghoa Pondok Meja Jambi KM 12 lebih tertib dan teratur dari pada di Pemakaman KM 7, karena pemakaman yang dikelola oleh Perkumpulan Aneka Kesejahteraan (ANKE) Jambi 占碑安溪公会.
Menurut penuturan ketua Perkumpulan Aneka Kesejahteraan (ANKE) Jambi 占碑安溪公会 Jambi Alex Sujanto 胡玉志主席, warga yang datang Ceng Beng cukup bayar uang pembersihan makam, tidak ada pungutan uang parkir maupun yang minta-minta uang kepada penziarah “Yang boleh masuk ke pemakaman hanya untuk yang berziarah”. Pungkas Alex yang tidak lain adalah ketua Kelenteng Gi Hong Tong (Romy)
* www.ayojambi.com/
01 April 2016
Memberi Penghormatan Kepada Leluhur
Ceng Beng di Pemakaman Tionghoa Jalan Kapten Pattimura Jambi (1-4-2016)
Di Indonesia lebih dikenal sebutan Ceng Beng (bahasa Hokkien), Ceng Beng adalah agenda tahunan etnis Tionghoa diseluruh dunia untuk menziarahi ke kuburan orangtua maupun leluhur sesuai dengan agama masing.
Setiap warga yang datang berziarah diwajibkan membayar (membeli) kupon ziarah sesuai dengan besar kecilnya makam, kupon terbagi dalam 2 type, type A makam besar dengan harga Rp. 150.000/ permakam, type B makam kecil dengan harga Rp. 100.000/permakam. Uang tersebut untuk biaya petugas yang membersihkan makam, biaya untuk konsumsi petugas lapangan.
Belum lagi lagi kutipan-kutipan parkir liar yang sering jadi keluhan warga yang lakukan ziarah, karena kutipan parkir lebih besar dari parkir resmi dari pemerintah kota, kisaran uang parkir antara Rp. 5.000 sampai Rp. 15.000 sesuai dengan kendaraan penziarah, ini yang sering dikeluhkan penziarah.
Ceng Beng bagi masyarakat Tionghoa, adalah penghormatan kepada orangtua yang sudah meninggal dunia(wafat), ini merupakan sebuah kebudayaan sejak jaman dahulu kala. Relasi antar manusia dalam tradisi Tionghoa tidak akan hilang begitu saja, meskipun kematian telah memisahkan orang dari kehidupan di dunia ini. Karena itu tidak heran kalau dalam setiap keluarga penghormatan kepada leluhur menjadi bagian penting dalam kehidupan bersama.
Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)
Setiap warga yang datang berziarah diwajibkan membayar (membeli) kupon ziarah sesuai dengan besar kecilnya makam, kupon terbagi dalam 2 type, type A makam besar dengan harga Rp. 150.000/ permakam, type B makam kecil dengan harga Rp. 100.000/permakam. Uang tersebut untuk biaya petugas yang membersihkan makam, biaya untuk konsumsi petugas lapangan.
Belum lagi lagi kutipan-kutipan parkir liar yang sering jadi keluhan warga yang lakukan ziarah, karena kutipan parkir lebih besar dari parkir resmi dari pemerintah kota, kisaran uang parkir antara Rp. 5.000 sampai Rp. 15.000 sesuai dengan kendaraan penziarah, ini yang sering dikeluhkan penziarah.
Taman Pemakaman Tionghoa Pondok Meja Jambi, KM 12,
Desa Pondok Meja, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muara Jambi.
(Foto 11 Nopember 2015)
Sedangkan Tempat Taman Pemakaman Tionghoa Pondok Meja Jambi, KM 12, Desa Pondok Meja, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muara Jambi. Setiap penziarah hanya membayar uang kebersihan dan tidak ada kutipan uang parkir dan lain sebagainya. Jauh lebih bersih dan teratur dari pemakaman Tionghoa di Jalan Kapten Pattimura, karena setiap makam diurus (tidak ada semak belukar).Ceng Beng bagi masyarakat Tionghoa, adalah penghormatan kepada orangtua yang sudah meninggal dunia(wafat), ini merupakan sebuah kebudayaan sejak jaman dahulu kala. Relasi antar manusia dalam tradisi Tionghoa tidak akan hilang begitu saja, meskipun kematian telah memisahkan orang dari kehidupan di dunia ini. Karena itu tidak heran kalau dalam setiap keluarga penghormatan kepada leluhur menjadi bagian penting dalam kehidupan bersama.
Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)
05 April 2015
Hujan, Sembahyang Ceng Beng Tetap Ramai
JAMBI, ayojambi.com – Hujan yang menguyuri kota Jambi sejak kemarin malam, tidak menghalangi ribuan warga Tionghoa Jambi melakukan Ziarah ke makam orangttua maupun leluhur mereka. Sejak pagi hari Tempat Pemakaman Umum (TPU) masyarakat Tionghoa yang berlokasi di Jalan Kapten Pattimura, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru, kota Jambi. mereka datang bersama keluarga untuk sembahyang Ceng Beng yang tahun ini jatuh pada tanggal 5 April 2015, mereka datang dengan membawa berbagai perlengkapan sembahyang maupun aneka sesajian kesukaan orangtua / leluhur).
Seperti keluarga besar Hidayat, sejak pagi hari telah datang bersama istri serta anak-anaknya berikut saudaranya, mereka datang ke makam orangtuanya untuk melakukan sembahyang Ceng Beng (Ziarah), sebelum prosesi Ceng Beng dilakukan, terlebih dahulu mereka bersih-bersihkan nisan dan pelataran makam, ada yang diatas makam diletakkan kertas sembahyang jenis perak (gin cua) dan emas (kim cua) maupun kertas kuning kecil memanjang.
“Sebagai seorang anak yang berbakti terhadap leluhur mempunyai kewajiban untuk memberikan penghormatan kepada orangtua dan leluhur yang telah mendahului mereka.”
Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)
“Sebagai seorang anak yang berbakti terhadap leluhur mempunyai kewajiban untuk memberikan penghormatan kepada orangtua dan leluhur yang telah mendahului mereka.”
Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)
* www.ayojambi.com/
05 April 2014
Puncak Perayaan Ceng Beng Di TPU Bumi Langgeng Muaro Jambi
JAMBI – Hari ini ratusan warga Tionghoa Kota Jambi (foto) memadati tempat pemakaman umum (TPU) Bumi Langgeng di Km 12, Desa Pondok Meja, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muara Jambi.
Mereka datang bersama keluarga untuk sembahyang Ceng Beng atau penghormatan kepada orangtua dan leluhur yang tahun ini jatuh pada tanggal 5 April 2014 (Sa Gwee Ji Lak lunar kalender). Mereka datang dengan membawa berbagai perlengkapan sembahyang maupun aneka sesajian kesukaan orangtua/ leluhur.
Di Indonesia lebih dikenal sebagai Ceng Beng (bahasa Hokkien) merupakan agenda tahunan masyarakat Tionghoa untuk bersembahyang atau berziarah ke kuburan orangtua maupun leluhur sesuai dengan agama masing.
Seperti keluarga besar Hendro manager PT Nan Riang, sejak pagi hari mereka mengunakan beberapa kendaraan roda empat mengangkut berbagai perlengkapan sembahyang dan sesajian seperti makanan kesukaan ibundanya (Lie Ge Kheng) serta berbagai asesoris diantaranya pakaian jadi, sepatu emas batangan yang dikemas dalam bentuk karton tebal untuk kebutuhan arwah almarhumah, layaknya seperti kebutuhan orang-orang hidup diatas dunia.
Ujar Hendro, “Kita kirimkan berbagai kebutuhan orangtua (leluhur) kita yang berada dialam baka, disana mereka juga memerlukan apa yang kita pakai sehari-hari di alam dunia”.
Sebagai anak, memiliki kewajiban untuk memberi hormat kepada orangtua/ leluhur yang telah wafat dengan cara menyembahyangi, imbuhnya.
Ceng Beng bagi masyarakat Tionghoa, adalah penghormatan kepada orangtua, baik kepada yang masih hidup maupun kepada yang sudah meninggal dunia, ini merupakan sebuah kebudayaan sejak jaman dahulu kala. Relasi antar manusia dalam tradisi Tionghoa tidak akan hilang begitu saja, meskipun kematian telah memisahkan orang dari kehidupan di dunia ini. Karena itu tidak heran kalau dalam setiap keluarga penghormatan kepada leluhur menjadi bagian penting dalam kehidupan bersama.
Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)
Di Indonesia lebih dikenal sebagai Ceng Beng (bahasa Hokkien) merupakan agenda tahunan masyarakat Tionghoa untuk bersembahyang atau berziarah ke kuburan orangtua maupun leluhur sesuai dengan agama masing.
Seperti keluarga besar Hendro manager PT Nan Riang, sejak pagi hari mereka mengunakan beberapa kendaraan roda empat mengangkut berbagai perlengkapan sembahyang dan sesajian seperti makanan kesukaan ibundanya (Lie Ge Kheng) serta berbagai asesoris diantaranya pakaian jadi, sepatu emas batangan yang dikemas dalam bentuk karton tebal untuk kebutuhan arwah almarhumah, layaknya seperti kebutuhan orang-orang hidup diatas dunia.
Ujar Hendro, “Kita kirimkan berbagai kebutuhan orangtua (leluhur) kita yang berada dialam baka, disana mereka juga memerlukan apa yang kita pakai sehari-hari di alam dunia”.
Sebagai anak, memiliki kewajiban untuk memberi hormat kepada orangtua/ leluhur yang telah wafat dengan cara menyembahyangi, imbuhnya.
Ceng Beng bagi masyarakat Tionghoa, adalah penghormatan kepada orangtua, baik kepada yang masih hidup maupun kepada yang sudah meninggal dunia, ini merupakan sebuah kebudayaan sejak jaman dahulu kala. Relasi antar manusia dalam tradisi Tionghoa tidak akan hilang begitu saja, meskipun kematian telah memisahkan orang dari kehidupan di dunia ini. Karena itu tidak heran kalau dalam setiap keluarga penghormatan kepada leluhur menjadi bagian penting dalam kehidupan bersama.
Orang yang tidak lagi menghormati leluhur yang telah meninggal dianggap sebagai seorang anak durhaka, sebab mereka melupakan asal usul dan jasa dari para pendahulunya, bahkan melupakan akar kehidupannya sendiri. (Romy)
* www.ayojambi.com/
Ribuan Warga Ziarah Ke Makam Leluhur
JAMBI – Sejak pukul 05.00 Wib ribuan warga Tionghoa Jambi melaksanakan perayaan Ceng Beng/ Ziarah Makam (foto) ke makam orangtua, keluarga dan leluhur mereka. puncak perayaan Ceng Beng (Ziarah) di Jambi setiap tanggal 4 atau 5 April (Sa Gwee Ji Lak lunar kalender).
Di Jambi terdapat dua lokasi tempat pemakaman umum (TPU) masyarakat Tionghoa, PTU pertama terletak di kilo meter 7 dibilangan Jalan Kapten Pattimura, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru, Kota Jambi dan yang satu lagi TPU Bumi Langgeng Km 12, Desa Pondok Meja, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muara Jambi. TPU Km 7 dikelola oleh Yayasan Kesejahteraan Sentosa (YKS) Jambi, sedangkan TPU Bumi Langgeng dikelola oleh Perkumpulan Aneka Kesejahteraan (ANKE) Jambi.
Dari hasil pantauan Reporter Majalah China Town Jambi (5/04) sejak pukul 05.00 subuh tempat pemakaman umum (TPU) atau kuburan Tionghoa kilo meter 7 dibilangan Jalan Kapten Pattimura, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru telah dipadati berbagai jenis kendaran roda dua maupun roda empat, hingga untuk masuk kelokasi TPU kendaraan harus antrian.
Perayaan Ceng Beng adalah untuk membersihkan makam orangtua, sanak famili maupun leluhur, agar para arwah orangtua, keluarga, maupun leluhur yang telah wafat dapat merasa tentram ditempat peristirahatan terakhir. Warga yang berziarah berdoa dihadapan nisan orangtua/ leluhur mereka sesuai agama kepercayaan serta sesuai dengan tata cara masing-masing. Diatas makam diletakkan kertas kuning kecil memanjang, maupun perlengkapan sehari hari seperti pakaian, minuman, rokok (bagi keluarga laki-laki), uang yang semuanya terbuat dari kertas selain itu juga terdapat berbagai sesajian diantaranya kue merah, bakpao, ikan, daging dan buah-buahan, ada juga yang menyediakan makanan kesukaan orangtua/ leluhur mereka.
Tampak perayaan Ceng Beng kali ini sama dengan tahun-tahun sebelumnya, sejak pagi hari (5/4) terlihat beberapa pengusaha sukses berziarah ke makam orangtua/ leluhur seperti Pimpinan Perusahaan Kopi AAA, Hidayat datang bersama keluarga, selanjutnya keluarga besar Suwandi (Alex KT). Sedangkan yang lain telah ziarah pada hari libur (minggu).
Menurut penuturan ketua panitia Ceng Beng, Mulyadi, catatan makam (kuburan) yang ada di kilo meter 7 Jalan Kapten Pattimura lebih kurang 6.500 lebih dengan luas tanah 26 hektar, selain itu ada yang memindahkan makam oleh pihak keluarga maupun dikremasikan, selanjutnya abu leluhurnya disemayamkan di Vihara. (Romy)
Dari hasil pantauan Reporter Majalah China Town Jambi (5/04) sejak pukul 05.00 subuh tempat pemakaman umum (TPU) atau kuburan Tionghoa kilo meter 7 dibilangan Jalan Kapten Pattimura, Kelurahan Rawasari, Kecamatan Kotabaru telah dipadati berbagai jenis kendaran roda dua maupun roda empat, hingga untuk masuk kelokasi TPU kendaraan harus antrian.
Perayaan Ceng Beng adalah untuk membersihkan makam orangtua, sanak famili maupun leluhur, agar para arwah orangtua, keluarga, maupun leluhur yang telah wafat dapat merasa tentram ditempat peristirahatan terakhir. Warga yang berziarah berdoa dihadapan nisan orangtua/ leluhur mereka sesuai agama kepercayaan serta sesuai dengan tata cara masing-masing. Diatas makam diletakkan kertas kuning kecil memanjang, maupun perlengkapan sehari hari seperti pakaian, minuman, rokok (bagi keluarga laki-laki), uang yang semuanya terbuat dari kertas selain itu juga terdapat berbagai sesajian diantaranya kue merah, bakpao, ikan, daging dan buah-buahan, ada juga yang menyediakan makanan kesukaan orangtua/ leluhur mereka.
Tampak perayaan Ceng Beng kali ini sama dengan tahun-tahun sebelumnya, sejak pagi hari (5/4) terlihat beberapa pengusaha sukses berziarah ke makam orangtua/ leluhur seperti Pimpinan Perusahaan Kopi AAA, Hidayat datang bersama keluarga, selanjutnya keluarga besar Suwandi (Alex KT). Sedangkan yang lain telah ziarah pada hari libur (minggu).
Menurut penuturan ketua panitia Ceng Beng, Mulyadi, catatan makam (kuburan) yang ada di kilo meter 7 Jalan Kapten Pattimura lebih kurang 6.500 lebih dengan luas tanah 26 hektar, selain itu ada yang memindahkan makam oleh pihak keluarga maupun dikremasikan, selanjutnya abu leluhurnya disemayamkan di Vihara. (Romy)
* www.ayojambi.com/
Subscribe to:
Posts (Atom)